Sunday, May 22, 2016

Agen Judi Terpercaya : Hasrat Tante Yang Tak Tertahankan

0 comments
 Promosi Terbaru Liga8.com
Likenews - Aku kini benar-benar terbangun setelah mendengar dengkuran Mas Pras beberapa lamanya. Kuperhatikan dada dan perutnya yang padat lemak itu naik-turun seirama dengan suara dengkur yang makin menjengkelkanku. Aku turun dari ranjang dan berjalan menuju cermin besar di kamar tidur kami. Kupandangi dan kukagumi sendiri tubuh telanjangku yang masih langsing dan cukup kencang di usiaku yang tigapuluhan. Kulitku masih cukup mulus dan putih, payudaraku tetap bulat dan kenyal, pas benar dengan bra 37B warna pink favoritku saat kuliah. Dan wajahku masih halus, semua terawat oleh kosmetik yang aku dapatkan dari uang Mas Pras.
Ah, aku masih sangat menarik. Tentu saja, tanda-tanda ketuaan tak bisa dihindari, namun tubuhku belum pernah melar karena hamil, apalagi melahirkan. Aku masih ingin meniti karierku, aku ini wanita yang menikmati kekuasaan. Dan menikah dengan Mas Pras membuka lebar-lebar kesempatan untuk meraih ambisi itu. Kualihkan pandangan pada sosok lelaki tambun di ranjangku.
Mas Pras yang dulu tampil sangat jantan, bisa sangat berubah dalam waktu 12 tahun. Rambut halus di dada dan perutnya dulu yang selalu membuatku bergairah bila dipeluknya, kini tumbuh makin lebat dan liar, sedangkan Mas Pras tidak pernah mau mencukurnya. Perutnya yang kokoh dulu kini ditutupi oleh selimut lemak yang sangat tebal. Memang otot dada dan tangannya yang kekar masih bertahan. Namun kalau aku bercinta dengan Mas Pras sekarang, rasanya aku sedang ditiduri oleh seekor gorilla. Memuakkan.
Meski begitu, hasratku akhir-akhir ini makin tak tertahankan. Seringkali, akulah yang meminta duluan ke Mas Pras untuk memuaskan nafsuku. Namun gara-gara stamina Mas Pras yang loyo di usianya yang setengah abad lebih, aku hampir pasti tidak terpuaskan dan kebanyakan aku sendiri yang menyelesaikan “tugas” Mas Pras.
Sama seperti yang terjadi sore ini, tinggal sebentar lagi aku merasakan orgasme, tiba-tiba Mas Pras keluar, dan dengan napas tersengal-sengal ia membelai-belai tubuhku kemudian tertidur lelap di sampingku. Lagi-lagi harus jari-jariku sendiri yang memuaskanku. Aku sudah tak tahan. Aku tidak peduli lagi pada nilai dan norma yang berlaku bagiku sebagai perempuan. Kubulatkan tekadku, kemudian aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari bekas cumbuan suamiku yang memuakkan.
Selesai sarapan Mas Pras pamit padaku dan mengatakan betapa menyesalnya dia harus meninggalkanku akhir pekan ini ke Singapura, demi kepentingan lobby perusahaannya. Mas Pras memang pernah menawarkan padaku untuk pergi bersamanya, tapi aku menolak dengan alasan aku lelah dengan pekerjaan kantorku dan sedang tidak ingin pergi begitu jauh hanya untuk berbelanja. Dan kesempatan ini akan aku gunakan sebaik-baiknya. Sore ini aku akan punya kegiatan yang lebih menarik dari sekedar berbelanja, di Singapura sekalipun. Supir kami mengantar Mas Pras pergi dan 30 menit kemudian aku pergi menuju kantor membawa sedanku sendiri.
Setelah makan siang aku kembali ke kantor dan menyelesaikan sebagian pekerjaanku hari itu dan dua jam sebelum waktu pulang, aku menyerahkan sisa pekerjaan itu ke bawahanku. Mereka tidak terlalu senang dengan tugas mendadak itu, tapi nampaknya mereka sudah terbiasa dengan perangaiku. Mereka paham bahwa aku tidak ingin menjadi lelah, karena sepulang kerja nanti aku akan pergi bersama teman-temanku, eksekutif wanita muda yang lain. Hanya saja mereka tidak tahu kalau hari itu, aku sudah membatalkan acara jalan-jalan kami.
Kukemudikan sedanku ke arah rumahku, namun kemudian berbelok menuju tempat lain. Sekitar 15 menit kemudian aku berhenti di samping sebuah lapangan basket di dalam suatu perumahan. Di sana sejumlah remaja SMU sedang bermain. Aku turun dari mobilku dan duduk di samping lapangan tempat tas-tas mereka diletakkan, lalu menyaksikan permainan mereka.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Salah satu dari mereka, mengenakan kostum basket warna merah, yang kemudian melihatku, tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku membalas dengan cara serupa. Dia adalah Bagas, anak salah satu bawahanku yang sedang kutugaskan pergi ke luar kota selama beberapa hari. Hubunganku dengan keluarga mereka cukup akrab untuk mengetahui bahwa Bagas mengikuti latihan basket dua kali seminggu di sana.
10 menit kemudian permainan berakhir dan sejumlah remaja itu menuju ke tas mereka, yaitu ke arahku. Aku berjalan menuju Bagas membawa sebotol minuman yang sudah kusiapkan pagi tadi.
“Ang, minum dulu nih. Ternyata tadi di mobil Tante masih ada sebotol”, tawarku.
“Oh iya, Tante, makasih!”, jawabnya tersengal.
Nampaknya ia masih kelelahan. Bagas mengambil botol dari tanganku dan segera menghabiskan isinya. Kami berjalan menuju tasnya. Dan ia mengeluarkan handuk untuk menyeka keringatnya. Aku mengintip sebentar ke dalam tasnya dan bersyukur aku memberikan botol minumanku kepada Bagas sebelum ia sempat mengambil minuman bekalnya sendiri.
Sebagai pemain basket, Bagas cukup tinggi. Dari tinggi badanku yang 168 cm kuperkirakan kalau tinggi Bagas sekitar 180-an cm. Bisa kuperhatikan tangan Bagas cukup kekar untuk anak seusianya, sepertinya olahraga basket benar-benar melatih fisiknya. Figur badannya menunjukkan potensinya sebagai atlet basket. Aku beralih ke wajahnya yang masih nampak imut walau basah oleh keringat. Dengan kulit yang kuning, wajahnya benar-benar manis. Aku tersenyum.
Setelah menyeka wajahnya, Bagas memperhatikanku sebentar dan berkata, “Tante Nia dari kantor? Kok pake ke sini?”
Cerita Dewasa – Cerita Binal Dewasa – “Nggak, males aja mau ke rumah, enggak ada temannya sih. Om Harry lagi ke Singapura. Jadi tante jalan-jalan.. terus ternyata lewat deket-deket sini, sekalian aja mampir..” ujarku setengah merajuk.
Ia beralih sebentar untuk ngobrol dan bercanda dengan temannya.
“Sama dong Tante, Bagas lagi males nih di rumah, nggak ada orang sih!”
“Nggak ada orang? Ibu sama adik kamu ke mana?”
“Nginep di rumah nenek, besok sore pulang. Aku disuruh jaga rumah sendirian”. Bagas menaruh handuknya dan duduk di sampingku.
“Oh, kebetulan banget ya..” kata-kata itu tiba-tiba terlepas dari mulutku.
Yang dikatakan Bagas benar-benar di luar dugaanku, tapi justru membuat keadaan jadi lebih baik. Aku tidak perlu bersusah payah untuk mencari tempat ber..
“Kenapa, Tante? Kebetulan gimana?”
“Iya, kebetulan aja kita sama-sama cari teman..” Bagas tersenyum.
“Sebenarnya.. Ehh.. Tante ada perlu sih ke rumahmu. Ada file laporan penting yang harus diambil segera, padahal papa kamu masih di luar kota.
Kira-kira bisa nggak ya, tante ke rumahmu ngambil file itu? Tante sudah bilang kok sama Papa kamu, katanya tante disuruh ngambil aja di rumah..”
“Oh, nggak apa-apa kok. Cuma mungkin agak lama ya, Tante. Soalnya aku musti cari-cari kunci cadangannya lemari papa. Biasanya selalu dikunci sih, kalau pergi-pergi. ”
“Nggak masalah, Tante nggak buru-buru. Kita pergi sekarang?”.
Bagas mengangguk lalu kami berjalan menuju mobilku. Bagas melambaikan tangan pada teman-temannya dan meneriakkan kata-kata perpisahan. Kuperhatikan teman-teman Bagas saling berbisik dan tertawa-tawa kecil melihat kami pergi.
“Di rumah benar-benar nggak ada orang yah, Ang?”
“Cuma aku doang, Tante. Untungnya sih Mama ngasih uang lumayan buat cari makan.”
“Aduh.. Kaciann..” kataku manja.
“Tapi biasanya seumuran kamu pasti ada pacar yang nemenin kemana-mana kan..”
Bagas menoleh dan tersenyum padaku.
“Wah, Bagas nggak punya Tante. Belum ada yang mau!”
“Ah, masa? Cowok keren kaya kamu gini loh!” Kutepuk pelan lengannya, mencoba merasakan sejenak kekokohannya.
“Kalau Tante sih, sudah dari dulu Bagas tante sabet!”
Bagas hanya tertawa ramah, ia sudah biasa dengan gaya bercandaku yang agak genit itu. Padahal sebenarnya, sosok Bagas benar-benar sudah mempesonaku saat ia diperkenalkan padaku dan Mas Pras setahun yang lalu.
Perjalanan ke rumah Bagas memakan waktu sekitar 30 menit karena jalanan sudah penuh oleh mobil-mobil orang lain yang menuju rumah masing-masing. Dalam perjalanan aku tetap memperhatikan Bagas. Aku ingin tahu apakah minuman yang tadi Bagas minum sudah menunjukkan reaksinya. Biasanya aku menggunakan obat itu untuk memancing nafsu Mas Pras dan mempertahankan staminanya. Aku mungkin sudah gila.. Mencoba untuk tidur dengan bocah SMU anak pegawaiku sendiri.. Tapi biarlah.. Gelegak di diriku sudah tak mampu lagi aku bendung.
Tadi pagi aku memberikan dosis ekstra pada minuman yang kuberikan pada Bagas, dan sekarang aku penasaran akan efeknya pada tubuh muda Bagas. Bisa kulihat sekarang napas Bagas mulai naik-turun lagi setelah sempat tenang duduk dalam mobil. Duduknya juga nampak sedikit gelisah. Aku menepi. Kami sudah sampai.
Ia membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku duduk nyaman di sofa ruang tamu dan ia menuju dapur untuk menyiapkan segelas minuman buatku. Rumah Bagas tidak besar, sekedar cukup untuk tinggal empat orang. Sekali lagi aku menanyakan pada diriku sendiri, apakah aku ingin melakukan hal ini.. Dan sedetik kemudian aku menjawab: aku memang benar-benar menginginkannya..
KutBagaslkan jas dan blazerku, menyisakan sebuah tank-top putih untuk melekat di bagian atas tubuhku. Tadi pagi aku sudah mematut diri di kaca dengan tank-top ini. Sebenarnya ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuranku, hingga cukup ketat untuk memperlihatkan dengan jelas bentuk payudaraku, bahkan puting susuku. Aku tersenyum geli ketika meihat diriku di cermin pagi itu. Rok miniku kutarik sedikit lebih tinggi, dan kusilangkan kakiku sedemikian rupa hingga Bagas yang nanti kembali dari dapur akan memperhatikan pahaku yang mulus.
Bagas keluar beberapa menit kemudian membawakan segelas sirup dengan batu es. Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan langkahnya menuju meja di depanku.
“Panas banget, Gas. Makanya Tante copot blazernya”, kataku setengah mengeluh.
“Iya, memang di sini nggak ada AC seperti di rumah Tante”.
Suara Bagas sedikit terbata, nafasnya naik-turun, dan mencoba tersenyum. Kulihat Bagas juga berkeringat, tapi aku tahu hal itu bukan hanya karena panas yang ada di ruang tamu ini. Aku mengambil gelas yang dingin itu dan menggosokkannya pada bagian bawah leherku yang berkeringat. Segar sekali..
“Ahh.. Seger baget Gas. ”
Bagas menelan ludahnya. Kuminum sedikit sirup itu.
“Uhh.. Top banget. Enak, Gas”, ujarku setengah mendesah.
“Hmm.. Tante.. Bagas.. Bagas cari kunci lemarinya papa dulu ya..” kata Bagas.
Anak ini pemalu juga, kataku dalam hati.
“Oh, iya deh, Tante tunggu. ”
Bagas kemudian bergegas menuju satu lemari besar di samping sofa dan mulai membuka laci-lacinya.
Aku bersabar sedikit lebih lama. Aku tahu dari tingkah laku Bagas yang makin gelisah, kalau obat itu sebentar lagi akan benar-benar memberi efek. Setelah 10 menit mencari dan belum menemukan kuci itu. Aku berjalan ke arah Bagas yang masih membungkuk, mencari kunci itu di salah satu laci.
“Gas.. Apa nggak lebih baik..”
Bagas lalu berdiri dan membalikkan badannya menghadapku. Aku tahu dia sempat mencuri pandang ke arah dadaku sebelum melihat wajahku. Ia menelan ludahnya. Aku mendekat padanya hingga jika aku melangkah sekali lagi tubuhku akan langsung bersentuhan dengannya. Bagas mencoba mundur, tapi lemari besar itu menghalanginya.
“Kenapa..? Tante..?”, nafasnya terasa menyentuh dahiku.
Aku mendongak sedikit, menatap wajahnya.
“Lebih baik kamu..”
Tanganku meraba otot bisepnya, padat..
“Mandi dulu..”
Tanganku yang satu menyentuh tepi bawah kostum basketnya..
“Terus ganti baju..”
Kedua tanganku mulai mengangkat kausnya..
“Kan, kamu keringetan gini..”
Tanganku setengah meraba otot-otot perutnya yang keras sambil terus membawa kausnya ke atas..
“Nanti.. Kuncinya.. Dicari lagi..”
Dadanya cukup kokoh, dan terasa sekali paru-parunya mengembang dan mengempis semakin cepat, jantungnya berdegup kencang.. Wajahku terasa panas, jantungku ikut berdetak cepat. Bagas mengangkat lengannya dan berkata,
“Ya Tante..”
Tapi suara Bagas lebih mirip desahan berat. Kuangkat lagi kausnya ke atas dan Bagas dengan cepat meneruskan pekerjaanku dan kemudian melemparkan kausnya ke samping. Bagas sekarang bertelanjang dada, dengan celana selutut masih dikenakannya. Aku merapatkan badanku padanya namun tiba-tiba aku berhenti setelah merasakan sesuatu mengenai perutku. Aku mundur sedikit dan melihat ke arah dari mana sentuhan di perutku berasal.
“Oh..!”, bisikku sedikit terkejut.
Dari dalam celananya terlihat tonjolan yang cukup panjang dan besar. k0ntol Bagas.. Siluetnya terlihat jelas dari celana basketnya yang longgar. Aku melihat wajah Bagas. Ia juga melihat tonjolan di celananya itu, sedikit terkejut, kemudian melihatku. Napasnya menderu.
“Eh, maaf tante.. aku.. Nggak pernah.. Pake..”
“Celana dalam? Nggak.. Pernah..?” potongku.
Ia hanya menggeleng dan kembali menatapku.
Aku tersenyum.
“Nggak apa-apa.. Lebih baik gitu..”
Wajah imutnya memperlihatkan keterkejutan. Tapi aku segera kembali merapatkan tubuhku dan maju lebih berani. Kucengkram batang kemaluannya dari luar celananya. Bagas napak semakin terkejut dan badannya berguncang sedikit. Kemudian semua berjalan menuruti nafsu kami yang bergelora.
Bagas memelukku, membawa bibirku rapat ke bibirnya dan melakukan ciuman paling bernafsu yang pernah aku terima dalam satu dekade ini. Lidahnya bergelut liar dengan lidahku, bibirku digigitnya pelan.. Kupegang kepalanya dan kurapatkan terus dengan wajahku. Kuacak-acak rambutnya seakan aku ingin seluruh tubuhnya masuk ke dalam ragaku.
Bagas mencoba menyudahi ciuman itu. Aku khawatir ia akan menolak untuk bertindak lebih jauh, hingga aku tidak membiarkannya. Tapi aku sudah sulit mengatur napasku, dan akhirnya kulepaskan wajahnya. Aku tersengal, mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ternyata Bagas sama sekali tidak berhenti. Saat aku ditaklukkan nafsu saat berciuman tadi, Bagas sudah berhasil melepaskan tank-topku tanpa sedikitpun aku menyadarinya. Tank-top itu kini berada di bawah kakiku. Dan kini Bagas mulai menghisap dan menjilati leherku dengan buas.
“Ohh.. Anngghh..” ini dia yang selama ini kudambakan, gairah dan energi yang begitu meluap..
Lidah Bagas bergerak lagi ke bawah.. Membasahi belahan dadaku.. Berputar sebentar di sekitar puting kiriku, memberikan sensasi geli yang nikmat.. Kemudian Bagas melahap payudaraku.
“Ouuhh.. Kamu.. Ahh.. Kurang ajar yahh.. Hmmpphh.. Terusin Gasss.. Ahh.. Mmmhh..”
Bocah ini.. Benar-benar bernafsu.. Ia lalu melakukan hal sama pada payudaraku yang sebelah kanan dan segera membawaku ke ambang orgasme.. Aku merasakannya.. Sedikit lagi.. Tapi ia tiba-tiba berhenti, membuatku melihat ke bawah, ingin tahu apa yang terjadi. Ia berlutut, dan mencoba melepaskan rok miniku. Tanganku bergerak cepat membantu Bagas dan dua detik kemudian rok itu sudah jatuh ke lantai. Aku mencoba melepaskan pula celana dalamku, namun Bagas lebih cepat.. Ia merobeknya.. Sejurus kemudian lidahnya beraksi lagi.. Dalam liang kewanitaanku..
“Bagashh.. Kamuhh.. Nggak sopann..”
Kumajukan pinggulku, rasanya aku ingin membenamkan seluruh wajah Bagas ke dalam memekku.. Lidah Bagas yang tak terlatih, membuatku harus membantunya menyentuh daerah yang tepat dengan menggerakkan kepala bocah itu.
“Uuuhh.. Di sini Anngghh.. Ohh.. Yeeaahh..!!”
Bagas terus bergerilya dalam gua-ku hingga aku merasakan gelombang kenikmatan yang hebat.
“Gasss.. Tante.. Mau.. Aaahh!!”
Tubuhku menggeliat seiring dengan orgasme yang melandaku. Bagas dengan liar menjilati cairan-ku sampai tetes yang terakhir. Kakiku terasa lemas.. Pelan-pelan aku terduduk.. Dan kemudian berbaring di lantai.. Merasakan sisa-sisa kenikmatan yang telah Bagas berikan sambil terengah-engah..
Aku melihat ke arah Bagas. Ia juga sedang terengah-engah. Badannya berdiri kokoh di hadapanku. Badan kekarnya yang berkeringat, berkilat oleh pantulan matahari sore yang menerobos jendela kamar. Dan.. Tak ada lagi celana basket yang melekat di badan itu. Pistolnya.. Mengacung tegak ke arahku. Batangnya begitu besar.. Pasti lebih dari 20 cm, dan tebal. Rambut tipis dari kemaluannya berlanjut ke atas menuju pusarnya. Oh.. Begitu muda dan gagah..
“Tante.. Aku..”
“Giliran Tante, Gas!”
Aku berdiri, menghimpit tubuhnya dan menjilati badan remaja itu. Tangannya yang kuat mengelus mendekapku sambil mengusap punggungku. Saat kugigit-gigit putingnya, Bagas mendesah perlahan dan rambutku diacaknya. Tanganku dengan mudah mendapati kontolnya, kemudian kukocok pelan. Sementara itu lidahku mengembara di otot-otot perut Bagas.
Kini aku sampai pada pusarnya. Lidahku terus bergerak turun dan kulahap pucuk batang kejantanan Bagas. Bagas menggeram. Kukulum batangnya dan aku puas mendengar Bagas terus mendesah.
“Ooohh.. Tante.. Ahh..”
Kucoba untuk menelan lebih dalam, tapi ukuran k0ntol Bagas terlalu besar. Sudah saatnya..
“Ayo Gas, biar tante ajarin caranya jadi lelaki..”
Kuajak dia berbaring di lantai, lalu pelan-pelan aku duduk di perutnya sambil memasukkan pistol Bagas ke ‘sarung’-nya, memastikan agar aku mendapatkan kenikmatan yang aku mau.
“Aaahh.. Bagas.. Punya kamuhh.. Besaarr.. Uuhh..”
Aku membelai dadanya, dan mulai bergerak naik-turun. Bagas melenguh dan memejamkan mata, meresapi setiap gerakan yang kubuat.
“Uuuhh.. Eegghh.. Aduhh.. Nggak pernah.. Bagas.. Ngerasain.. Enak kaya ginihh..”
Setelah mulai terbiasa dengan ritmeku, Bagas membuka matanya. Tangannya memegang kedua payudaraku yang naik turun.
“Tante Nia.. Oohh.. Sexy banget.. Ahh..”
Ia memerasnya.. Dan terasa sangat nikmat.. Kini aku yang menghayati permainan Bagas. Tapi aku segera tersadar, kali ini AKU yang akan memuaskan Bagas.
Aku mempercepat gerakanku, sambil sesekali memutar-mutar pinggulku.
“Ohh.. Tante.. Terusiinn.. Enaakk.. Aahh.. Mmmhh..”
Tangannya beralih ke pantatku, mencoba ikut mengatur ritmeku. Kuberikan apa yang Bagas minta, kujepit batangnya dan aku semakin bergoyang menggila.
“Gini kan.. Mau kamu, Gaaasss.. Ehh..”
“Uhh.. Yaa.. Ohh.. Aaagghh.. Kenceng bangett.. Ayo tante..”
Aku bagai lupa daratan, kenikmatan yang kurasa benar-benar membius, dan sebentar lagi.. Tinggal sebentar..
“Tantee.. Oooaagghh!! Oh, yeaahh!!”
“Annggaa.. Aaagghh.. Ohh.. Ohh..”
Aku merasakan kenikmatan paling dahsyat dalam hidupku, bersamaan dengan ejakulasi Bagas. Kami berpelukan, berguling sementara Bagas masih meneruskan tikaman k0ntolnya dalam memekku, membawaku semakin jauh dari dunia ini..
“Ohh.. Bagas.. Ohh.. Kamu.. Udahh.. Bukan perjaka.. Lagi.. Ahh..”
Ia menciumiku, memanjakan payudaraku, membelai-belai rambutku..
Dengan napas yang tersengal-sengal Bagas berbisik di telingaku,
“Duhh.. Nggak nyangkah.. Tante.. Nakal banget.. Ahh.. Tapi Bagas.. Suka.. Dinakalin.. Tante.. Ehh.. Kontol Bagas masih ngaceng nihh.. ehh.. Mau Tante apain lagi..?”

Agen Judi Terpercaya : Nina dan Adik Temenya

0 comments
 Promosi Terbaru Liga8.com
Likenews - Joe sedang asyik di kamarnya memutar rekaman-rekaman yang ada di laptopnya. Rekaman-rekaman tsb adalah kumpulan dari semua rekaman yang selama ini dia shoot menggunakan handycamnya. Mulai rekaman saat kakaknya Dita bercanda dengan kedua temannya yang menampakkan celana dalam mereka, sampai rekaman saat Nina dan Dita berciuman di ruang tamu.
Wajah Joe nampak serius memperhatikan tiap adegan. Saat dia menonton adegan kakaknya bercanda dengan Ester dan Nina yang memperlihatkan kemulusan paha dan celana dalam mereka bertiga, Joe berkali kali mengklik tombol pause pada GOM player. Terutama moment saat rok Nina tersingkap memperlihatkan celana dalam putihnya buru-buru dia pause.
Cukup lama dia memandangi adegan yang dia pause tsb karena sangat jarang rok Nina tersingkap sampai memperlihatkan celana dalamnya sebab Nina memakai jilbab dan rok panjang. Gejolak birahi anak kelas 2 SLTP tersebut semakin menggelora, nafasnya semakin terengah engah
” Ning nong ” suara bel rumah mengagetkan Joe
” huh.. ganggu aja ” gerutu Joe buru-buru keluar kamar dan membukakan pintu.
Siang itu Joe sedang di rumah sendirian. Papa dan mamanya sedang ke dokter memeriksakan Dita yang sedang batuk. Hari itu Dita tdk masuk sekolah
” Dita ada dek “ Tanya si tamu yang ternyata Nina
” Eh.. kak Nina, mmm.. anu kak..mmmm.. sedang ke dokter ” betapa kaget Joe setelah tahu siapa yang datang.
Cerita Sex | Lidahnya serasa kelu jantungnya berdegup kencang samapai dia salah tingkah. Nina yang barusan dia khayalkan sekarang ada di depannya nampak begitu cantik dengan seragam sekolah panjang dan berjilbab.
” oh.. tadi aku telpon gak diangkat ” sambung Nina
” mm.. HPnya ditinggal kak, mmm.. sssilakan masuk dulu kak ” kata Joe masih gugup
” sudah dari tadi apa barusan dek ” tanya Nina sambil duduk di ruang tamu
” b..bbarusan kak, sekitar setengah jam yang lalu. B..bentar ya kak, Joe buatkan minum ” jawab Joe salah tingkah
Nina tersenyum melihat tingkah Joe, dia tahu Joe salah tingkah. Ninapun tahu kalo selama ini tiap kali dia dan Ester main ke rumah Dita, Joe sering mencuri pandang ke arah paha Ester maupun ke arah dirinya.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Nina berniat iseng menggoda Joe
” ini kak di minum dulu ” kata Joe menyuguhkan sirup dingin
” makasih ya dek Joeo, duh cakep banget ” kata Nina tersenyum sambil minum.
Wajah Joe memerah mendengar pujian Nina
” Eh.. kata Dita kamu sering nonton film dewasa yah.. hayooo ” goda Nina
” hah.. mm.. eeenggak kok, dasar kak Dita suka boong ” wajah Joe semakin memerah
” hihihihihii… yang bohong Dita apa kamu, kalo boong ntar bintitan lho?? ” Nina melirik dengan genit
” hahahhaa.. bintitan tuh kalo ngintip kak, bukan karena boong ” Joe mulai rileks tidak gugup lg
” sama aja.. apalagi kalo boong ditambah suka ngintip, benjol tuh mata hihihii.. ” canda Nina diiringi tawa mereka berdua.
” Tapi kalo ada kak Ester kakak sering liat kamu ngintip pahanya kan?? ” goda Nina lagi
” abis kak Ester kalo pakai rok pendek banget, nggak usah ngintip juga keliatan CDnya.. ups.. “ Joe agak kaget karena kelepasan ngomong
” Nah kan kamu sendiri yang bilang, padahal aku nggak bilang CDnya lhoo hayoooo hihihiiiii ” Nina tersenyum genit
” Mmm.. eee.. kak Nina sih yang mancing mancing ” Joe nampak salah tingkah
” aduh… ” jerit Nina ketika lututnya membentur meja ketika tertawa
” eh.. kenapa kak ” tanya Joe mendekati Nina yang sedang meringis memegangi lututnya
” duh.. lutut kakak tadi tuh dah kebentur meja di sekolah, eh sekarang kebentur lagi ” kata Nina sambil menaikkan rok panjangnya sampai sedikit di atas lutut dan pura-pura mengusap usap lututnya
Meskipun cuma sedikit diatas lutut namun pemandangan itu membuat Joe yang ada di samping Nina menelan ludah karena kaki Nina begitu indah, putih dan mulus di hiasi bulu-bulu halus
” nn..ggak pa pa kak? ” tanya Joe
” nggak pa pa gimana? coba pegang ” sungut Nina sambil memegang tangan Joe dan diusap usapkan ke lututnya
” memar kan ??? ” sambung Nina
” mm..ii.. iya kak ” jantung Joe berdegup merasakan kemulusan kulit Nina
” bentar Joe.. kamu duduk bawah dulu, kakak mau selonjor.. aduhh.. ” Dengan pura-pura meringis kesakitan Nina menaikkan kaki kanannya ke kursi panjang yang dia duduki utk selonjor.
Gerakan kaki kanan Nina sengaja agak pelan dan agak tinggi sehingga roknya yang tadi dia angkat sampai lutut semakin tersingkap menampakkan pahanya yang putih
” Cleguks… ” Joe yang duduk di bawah terkesiap melihat pemandangan tsb, jantungnya seakan berhenti berdetak
Kini kaki kanan Nina selonjor di kursi sedangkan yang kiri tetap di bawah dan rok panjangnya dibiarkan terangkat menampakkan paha mulusnya
” Joe ambilin balsem ya kak ” Kata Joe mencoba menutupi kegugupannya
” nggak usah Joe.. bantuin mijit pelan aja .. aduh.. ” Nina masih pura2 meringis
” ii.ii..iya kak ” kata Joe lalu mulai mengusap lutut Nina
Sambil merasakan kemulusan kulit Nina, mata Joe sekali kali mencuri pandang ke paha mulus Nina yang terbuka
Nina tahu kalo Joe mencuri curi pandang ke arah pahanya, dia tersenyum godaannya berhasil.
” euuhh.. ” Nina sedikit melenguh, bukan karena sakit tapi karena tiba2 merasakan tubuhnya merinding karena horny, dia merasa memeknya mulai berdenyut kecil
Cerita Ngentot | Gairah abg Nina bangkit selain karena elusan tangan Joe dan tatapan mata Joe pada pahanya, juga karena tingkahnya sendiri yang membuatnya merasa sexy. Itu yang mendorong Nina untuk memberikan pemandangan yang lebih jauh pada Joe
” masih sakit kak?? ” tanya Joe
” euuhhh.. iyah ” Nina menggeliat sambil menaikkan kaki kirinya juga ke atas kursi namun tidak selonjor tapi menekuk ke atas membuat rok panjangnya kini bener-bener tersingkap ke atas menampakkan paha putih mulusnya juga celana dalam putihnya nampak mengintip di antara lipatan pangkal pahanya
” heessttt.. heemmfftt.. ” nafas Joe terengah engah, tangannya yang memijit lutut Nina gemetar
” Joeeee.. ” desah Nina memegang tangan Joe dan menuntunnya utk mengelus pahanya. Gelora nafsu ABGnya semakin bergejolak
” kak…?? ” Tatapan mata Joe begitu kaget
” Kakak tahu kamu sering mengintip paha kakak kan?? ” kata Nina lirih dengan tatapan mata sayu.
Ekspresi Nina membuat wajahnya yang dihiasi jilbab tampak begitu sexy membuat Joe terkesima dan melongo gemetar
” kamu juga sering mengintip paha kak Dita sama kak Ester kan ?? ” Kata Nina sambil terus menuntun tangan Joe mengelusi pahanya semakin naik.
Tubuh Nina merinding sehingga bulu-bulu halus di kakinya juga berfiri membuatnya semakin sexy
” hhmmffftt.. mmm kak Ninai… ” Joe terengah engah dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Gadis yang selama ini menjadi bahan onaninya kini ada di depannya dengan pose sangat sexy dan menggoda
” euuuhhh… ” desah Nina sambil membawa tangan Joe menjelajah pahanya lebih jauh dan lebih dalam sampai menyentuh pinggiran celana dalamnya
” kak Nina cantik banget ” kata Joe menatap wajah cantik Nina
” Joeoo ..” Hanya itu yang terucap dari Nina lalu menggeliat dan melebarkan pahanya karena tangan Joe kini sudah tidak perlu dituntun lagi sudah bergerak agresif mengelus seluruh paha Nina.
Dari lutut lalu naik sampai pangkal paha, dari paha atas sampai paha sebelah dalam, baik paha kiri maupun paha yang kanan.
” Aaaaahhhh…. ” Nina mendesah dan mendongakkan kepalanya ke atas sambil menyandarkan tubuhnya pada pegangan sofa ketika jari Joe menyelinap dari samping celana dalamnya dan langsung menyentuh memeknya yang berlendir licin
” euummhhffftt.. aaahh.. ” Nina semakin menggeliat ketika jari2 Joe menggesek gesek kelentitnya yang menegang licin
Joe melakukan aksinya dengan nafas terengah engah dan tatapan mata sangat serius ke arah selangkangan Nina, jantungnya berdetak sangat kencang dan cepat.
” oouuuchh.. Joeoo ” birahi Nina sudah tidak terkendali, diraihnya tubuh Joe dan di tariknya ke atas tubuhnya
” eehh.. ” Joe hanya menurut dan nafsunya juga sudah di ubun2 sehingga dia langsung menubruk Nina
Nina memeluk Nina dengan sangat erat, dan melumati bibir Joe dengan ganasnya.
“heemmfftt.. ” Joe hanya membiarkan bibirnya dilumat Nina karena dia belum ahli berciuman.
Dia hanya memeluk Nina dengan erat dan mendesakkan k0ntolnya yang masih memakai celana kolor pendek ke selangkangan Nina yang masih tertutup celana dalam sehingga selangkangan mereka saling terhimpit kuat
Meski masih terhalang celana masing-msing namun tonjolan k0ntol Joe yang cukup besar terasa mengganjal di memek Nina membuat Nina semakin liar menaik naikkan pinggulnya agar memeknya bisa merasakan ganjalan k0ntol Joe
” aaaaaaaaaahhhhhhh……. ” Nina mendesah panjang merasakan memeknya terganjal kuat oleh k0ntol Joe. Grakan pinggulnya ke atas ke bawah, naik turun semakin cepat.
Kedua kaki Nina terangkat menyilang menekan pinggul Joe ke bawah dengan kuat dan dia menaikkan pinggulnya sendiri menyodorkan memeknya agar terhimpit kuat dengan k0ntol Joe yang masih tertutup celana kolor
“AArrrrgghh.. ” Joe juga menggeram merasakan k0ntolnya terhimpit kuat dengan selangkangan Nina yang empuk.
Joe menggerakkan pinggulnya dengan liar berusaha menempatkan k0ntolnya tepat pada memek Nina yang montok. Dia menciumi pipi Nina dengan ganas sehingga jilbab Nina semakin acak2an
” AAhhhh.. aaaaaaaaaahhhh… aahh. ” Desahan Nina semakin panjang dan keras merasakan memeknya semakin berdenyut, tubuhnya merinding semua dan bergetar, gerakan pinggulnya semakin liar meyongsong orgasme yang begitu dahsyat melanda jiwa raganya
“AAAAaaaaaarrgggghhhhhh… ” Joe menggeram dan menekan pinggulnya dengan kuat ketika spermanya meledak menyembur dengan deras
“Huuffttt.. huufttt.. ” nafas mereka terengah engah dan tersengal sengal, pelukan mereka erat, tubuh mereka menegang menikmati orgasme yang menggelora……..
Beberapa saat kemudia setelah semua kembali normal, mereka merapikan pakaian masing2 dan membersihkan sisa2 keringat dan sperma yang membasahi tubuh mereka.
Tepat pukul 3 sore Dita dan papa mamanya pulang dari dokter
Apakah Joe merekam adegan tersebut dengan handycamnya?????? nggak sempat…!!!!!Joe sedang asyik di kamarnya memutar rekaman-rekaman yang ada di laptopnya. Rekaman-rekaman tsb adalah kumpulan dari semua rekaman yang selama ini dia shoot menggunakan handycamnya. Mulai rekaman saat kakaknya Dita bercanda dengan kedua temannya yang menampakkan celana dalam mereka, sampai rekaman saat Nina dan Dita berciuman di ruang tamu.
Wajah Joe nampak serius memperhatikan tiap adegan. Saat dia menonton adegan kakaknya bercanda dengan Ester dan Nina yang memperlihatkan kemulusan paha dan celana dalam mereka bertiga, Joe berkali kali mengklik tombol pause pada GOM player. Terutama moment saat rok Nina tersingkap memperlihatkan celana dalam putihnya buru-buru dia pause.
Cukup lama dia memandangi adegan yang dia pause tsb karena sangat jarang rok Nina tersingkap sampai memperlihatkan celana dalamnya sebab Nina memakai jilbab dan rok panjang. Gejolak birahi anak kelas 2 SLTP tersebut semakin menggelora, nafasnya semakin terengah engah
” Ning nong ” suara bel rumah mengagetkan Joe
” huh.. ganggu aja ” gerutu Joe buru-buru keluar kamar dan membukakan pintu.
Siang itu Joe sedang di rumah sendirian. Papa dan mamanya sedang ke dokter memeriksakan Dita yang sedang batuk. Hari itu Dita tdk masuk sekolah
” Dita ada dek “ Tanya si tamu yang ternyata Nina
” Eh.. kak Nina, mmm.. anu kak..mmmm.. sedang ke dokter ” betapa kaget Joe setelah tahu siapa yang datang.
Cerita Sex | Lidahnya serasa kelu jantungnya berdegup kencang samapai dia salah tingkah. Nina yang barusan dia khayalkan sekarang ada di depannya nampak begitu cantik dengan seragam sekolah panjang dan berjilbab.
” oh.. tadi aku telpon gak diangkat ” sambung Nina
” mm.. HPnya ditinggal kak, mmm.. sssilakan masuk dulu kak ” kata Joe masih gugup
” sudah dari tadi apa barusan dek ” tanya Nina sambil duduk di ruang tamu
” b..bbarusan kak, sekitar setengah jam yang lalu. B..bentar ya kak, Joe buatkan minum ” jawab Joe salah tingkah
Nina tersenyum melihat tingkah Joe, dia tahu Joe salah tingkah. Ninapun tahu kalo selama ini tiap kali dia dan Ester main ke rumah Dita, Joe sering mencuri pandang ke arah paha Ester maupun ke arah dirinya.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Nina berniat iseng menggoda Joe
” ini kak di minum dulu ” kata Joe menyuguhkan sirup dingin
” makasih ya dek Joeo, duh cakep banget ” kata Nina tersenyum sambil minum.
Wajah Joe memerah mendengar pujian Nina
” Eh.. kata Dita kamu sering nonton film dewasa yah.. hayooo ” goda Nina
” hah.. mm.. eeenggak kok, dasar kak Dita suka boong ” wajah Joe semakin memerah
” hihihihihii… yang bohong Dita apa kamu, kalo boong ntar bintitan lho?? ” Nina melirik dengan genit
” hahahhaa.. bintitan tuh kalo ngintip kak, bukan karena boong ” Joe mulai rileks tidak gugup lg
” sama aja.. apalagi kalo boong ditambah suka ngintip, benjol tuh mata hihihii.. ” canda Nina diiringi tawa mereka berdua.
” Tapi kalo ada kak Ester kakak sering liat kamu ngintip pahanya kan?? ” goda Nina lagi
” abis kak Ester kalo pakai rok pendek banget, nggak usah ngintip juga keliatan CDnya.. ups.. “ Joe agak kaget karena kelepasan ngomong
” Nah kan kamu sendiri yang bilang, padahal aku nggak bilang CDnya lhoo hayoooo hihihiiiii ” Nina tersenyum genit
” Mmm.. eee.. kak Nina sih yang mancing mancing ” Joe nampak salah tingkah
” aduh… ” jerit Nina ketika lututnya membentur meja ketika tertawa
” eh.. kenapa kak ” tanya Joe mendekati Nina yang sedang meringis memegangi lututnya
” duh.. lutut kakak tadi tuh dah kebentur meja di sekolah, eh sekarang kebentur lagi ” kata Nina sambil menaikkan rok panjangnya sampai sedikit di atas lutut dan pura-pura mengusap usap lututnya
Meskipun cuma sedikit diatas lutut namun pemandangan itu membuat Joe yang ada di samping Nina menelan ludah karena kaki Nina begitu indah, putih dan mulus di hiasi bulu-bulu halus
” nn..ggak pa pa kak? ” tanya Joe
” nggak pa pa gimana? coba pegang ” sungut Nina sambil memegang tangan Joe dan diusap usapkan ke lututnya
” memar kan ??? ” sambung Nina
” mm..ii.. iya kak ” jantung Joe berdegup merasakan kemulusan kulit Nina
” bentar Joe.. kamu duduk bawah dulu, kakak mau selonjor.. aduhh.. ” Dengan pura-pura meringis kesakitan Nina menaikkan kaki kanannya ke kursi panjang yang dia duduki utk selonjor.
Gerakan kaki kanan Nina sengaja agak pelan dan agak tinggi sehingga roknya yang tadi dia angkat sampai lutut semakin tersingkap menampakkan pahanya yang putih
” Cleguks… ” Joe yang duduk di bawah terkesiap melihat pemandangan tsb, jantungnya seakan berhenti berdetak
Kini kaki kanan Nina selonjor di kursi sedangkan yang kiri tetap di bawah dan rok panjangnya dibiarkan terangkat menampakkan paha mulusnya
” Joe ambilin balsem ya kak ” Kata Joe mencoba menutupi kegugupannya
” nggak usah Joe.. bantuin mijit pelan aja .. aduh.. ” Nina masih pura2 meringis
” ii.ii..iya kak ” kata Joe lalu mulai mengusap lutut Nina
Sambil merasakan kemulusan kulit Nina, mata Joe sekali kali mencuri pandang ke paha mulus Nina yang terbuka
Nina tahu kalo Joe mencuri curi pandang ke arah pahanya, dia tersenyum godaannya berhasil.
” euuhh.. ” Nina sedikit melenguh, bukan karena sakit tapi karena tiba2 merasakan tubuhnya merinding karena horny, dia merasa memeknya mulai berdenyut kecil
Cerita Ngentot | Gairah abg Nina bangkit selain karena elusan tangan Joe dan tatapan mata Joe pada pahanya, juga karena tingkahnya sendiri yang membuatnya merasa sexy. Itu yang mendorong Nina untuk memberikan pemandangan yang lebih jauh pada Joe
” masih sakit kak?? ” tanya Joe
” euuhhh.. iyah ” Nina menggeliat sambil menaikkan kaki kirinya juga ke atas kursi namun tidak selonjor tapi menekuk ke atas membuat rok panjangnya kini bener-bener tersingkap ke atas menampakkan paha putih mulusnya juga celana dalam putihnya nampak mengintip di antara lipatan pangkal pahanya
” heessttt.. heemmfftt.. ” nafas Joe terengah engah, tangannya yang memijit lutut Nina gemetar
” Joeeee.. ” desah Nina memegang tangan Joe dan menuntunnya utk mengelus pahanya. Gelora nafsu ABGnya semakin bergejolak
” kak…?? ” Tatapan mata Joe begitu kaget
” Kakak tahu kamu sering mengintip paha kakak kan?? ” kata Nina lirih dengan tatapan mata sayu.
Ekspresi Nina membuat wajahnya yang dihiasi jilbab tampak begitu sexy membuat Joe terkesima dan melongo gemetar
” kamu juga sering mengintip paha kak Dita sama kak Ester kan ?? ” Kata Nina sambil terus menuntun tangan Joe mengelusi pahanya semakin naik.
Tubuh Nina merinding sehingga bulu-bulu halus di kakinya juga berfiri membuatnya semakin sexy
” hhmmffftt.. mmm kak Ninai… ” Joe terengah engah dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Gadis yang selama ini menjadi bahan onaninya kini ada di depannya dengan pose sangat sexy dan menggoda
” euuuhhh… ” desah Nina sambil membawa tangan Joe menjelajah pahanya lebih jauh dan lebih dalam sampai menyentuh pinggiran celana dalamnya
” kak Nina cantik banget ” kata Joe menatap wajah cantik Nina
” Joeoo ..” Hanya itu yang terucap dari Nina lalu menggeliat dan melebarkan pahanya karena tangan Joe kini sudah tidak perlu dituntun lagi sudah bergerak agresif mengelus seluruh paha Nina.
Dari lutut lalu naik sampai pangkal paha, dari paha atas sampai paha sebelah dalam, baik paha kiri maupun paha yang kanan.
” Aaaaahhhh…. ” Nina mendesah dan mendongakkan kepalanya ke atas sambil menyandarkan tubuhnya pada pegangan sofa ketika jari Joe menyelinap dari samping celana dalamnya dan langsung menyentuh memeknya yang berlendir licin
” euummhhffftt.. aaahh.. ” Nina semakin menggeliat ketika jari2 Joe menggesek gesek kelentitnya yang menegang licin
Joe melakukan aksinya dengan nafas terengah engah dan tatapan mata sangat serius ke arah selangkangan Nina, jantungnya berdetak sangat kencang dan cepat.
” oouuuchh.. Joeoo ” birahi Nina sudah tidak terkendali, diraihnya tubuh Joe dan di tariknya ke atas tubuhnya
” eehh.. ” Joe hanya menurut dan nafsunya juga sudah di ubun2 sehingga dia langsung menubruk Nina
Nina memeluk Nina dengan sangat erat, dan melumati bibir Joe dengan ganasnya.
“heemmfftt.. ” Joe hanya membiarkan bibirnya dilumat Nina karena dia belum ahli berciuman.
Dia hanya memeluk Nina dengan erat dan mendesakkan k0ntolnya yang masih memakai celana kolor pendek ke selangkangan Nina yang masih tertutup celana dalam sehingga selangkangan mereka saling terhimpit kuat
Meski masih terhalang celana masing-msing namun tonjolan k0ntol Joe yang cukup besar terasa mengganjal di memek Nina membuat Nina semakin liar menaik naikkan pinggulnya agar memeknya bisa merasakan ganjalan k0ntol Joe
” aaaaaaaaaahhhhhhh……. ” Nina mendesah panjang merasakan memeknya terganjal kuat oleh k0ntol Joe. Grakan pinggulnya ke atas ke bawah, naik turun semakin cepat.
Kedua kaki Nina terangkat menyilang menekan pinggul Joe ke bawah dengan kuat dan dia menaikkan pinggulnya sendiri menyodorkan memeknya agar terhimpit kuat dengan k0ntol Joe yang masih tertutup celana kolor
“AArrrrgghh.. ” Joe juga menggeram merasakan k0ntolnya terhimpit kuat dengan selangkangan Nina yang empuk.
Joe menggerakkan pinggulnya dengan liar berusaha menempatkan k0ntolnya tepat pada memek Nina yang montok. Dia menciumi pipi Nina dengan ganas sehingga jilbab Nina semakin acak2an
” AAhhhh.. aaaaaaaaaahhhh… aahh. ” Desahan Nina semakin panjang dan keras merasakan memeknya semakin berdenyut, tubuhnya merinding semua dan bergetar, gerakan pinggulnya semakin liar meyongsong orgasme yang begitu dahsyat melanda jiwa raganya
“AAAAaaaaaarrgggghhhhhh… ” Joe menggeram dan menekan pinggulnya dengan kuat ketika spermanya meledak menyembur dengan deras
“Huuffttt.. huufttt.. ” nafas mereka terengah engah dan tersengal sengal, pelukan mereka erat, tubuh mereka menegang menikmati orgasme yang menggelora……..
Beberapa saat kemudia setelah semua kembali normal, mereka merapikan pakaian masing2 dan membersihkan sisa2 keringat dan sperma yang membasahi tubuh mereka.
Tepat pukul 3 sore Dita dan papa mamanya pulang dari dokter
Apakah Joe merekam adegan tersebut dengan handycamnya?????? nggak sempat…!!!!!

Agen Judi Terpercaya : Ngesex Kakak Sepupuku Ninik

0 comments
 Promosi Terbaru Liga8.com
Likenews - Aku seorang laki-laki berumur 29 tahun dan sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat ini aku tinggal di daerah pinggiran Jakarta dan berdekatan dengan kakak sepupu perempuanku.
Kakak sepupu perempuanku itu namanya Ninik, aku biasa memanggilnya Mbak Ninik. Usainya sekitar 35 tahun dan sudah mempunyai 3 anak. Mbak Ninik mempunyai badan sedikit besar tapi enak dilihat, kulitnya hitam manis dengan rambutnya yang dipotong pendek. Mbak Ninik orangnya sangat terbuka, kami sering mengobrol tentang hal-hal sex.
Sebenarnya sudah dari dulu aku sangat terobsesi untuk bisa menikmati tubuh Mbak Ninik meskipun dia terhitung masih saudara dekat, tapi entah kenapa keinginan itu tak bisa aku bendung bahkan kian hari semakin besar saja. Tapi semuanya itu hanya sebatas khayalan saja karena untuk berterus terang, pada saat itu aku rasakan sangat tak mungkin.
Sebenarnya keluarga Mbak Ninik pada saat itu sedang mengalami masalah karena suaminya ternyata kawin lagi dan telah mempunyai anak, suaminya pun sangat jarang ada dirumah, hal itu aku ketahui dari Mbak Ninik sendiri ketika dia mampir ketempat kerjaku untuk sekedar mengobrol.
Aku sangat suka cara berpakaian Mbak Ninik, dia selalu memakai pakaian yang ngepas di badan hingga lekuk-lekuk tubuhnya sedikit tergambar, bentuk pantat dan payudaranya yang menonjol membuatku semakin tergila-gila.
Cerita Ngentot | Suatu ketika waktu Mbak Ninik datang ketempatku, aku sedang sendiri karena satu anak buahku sedang nagih sedangkan yang dua pergi ke proyek. Saat itu aku sedang iseng main komputer.
“Sendirian aja Cen, yang lain pada kemana?” Tanyanya sambil melangkah masuk lalu duduk tak begitu jauh dari tempatku.
“Iya nih Mbak, yang lain lagi pada keluar. Dari rumah apa dari mana Mbak?” Jawabku sambil melihatnya.
Saat itu Mbak Ninik memakai baju semi kaos yang agak ketat sedangkan celana bahannya menempel ketat.
“Dari rumah, sengaja kesini, pusing dirumah melulu, lagi ngapain Cen?” Matanya memandang ke arah layar monitor komputer yang memainkan video clip musik, padahal sebelumnya aku sedang menonton BF.
“lagi iseng aja Mbak,” Aku melirik padanya, dan terlihat teteknya membusung karena dia duduk dengan menyandarkan punggungnya di kursi.
“Eh Cen kalau komputer bisa nggak buat nyetel film vcd?” Mbak Ninik bertanya.
“Ya bisa dong, apalagi film BF, bisa banget. Eh.. Mbak Ninik udah pernah belum nonton BF,” Kuberanikan diri memancing pembicaraan yang agak ngeres.
“Ya pernah dong, kemarin aku baru nonton di rumah Bu Bambang, dia punya banyak lho vcd BF, kadang-kadang aku pinjem buat distel di rumah, tapi aku kurang begitu suka yang dibuat-buatnya keterlaluan, aku sukanya yang apa adanya,” Jawabnya.
Ternyata Mbak Ninik doyan juga nonton BF, ini kesempatan buatku, untungnya aku punya banyak file porno di komputerku hasil dari ngedownload dari internet.
“Terus kalau habis nonton Mbak Ninik kepengen gituan gimana?, kan suami Mbak Ninik sekarang jarang di rumah,”
“Ya pusing lah terus uring-uringan apalagi kalau inget suamiku lagi ngelonin yang lain makin panas aja, paling-paling ya usaha sendiri aja,”
“Usaha sendiri gimana Mbak?” Tanyaku pura-pura nggak ngerti.
“Ya usaha sendirilah dari pada nggak ada pelampiasan. Ah kamu pura-pura nggak tahu. Eh Cen kamu punya nggak film gituan,”
Ahirnya tanpa kutawari Mbak Ninik malah meminta, ini yang aku tunggu-tunggu, nonton film porno bareng Mbak Ninik pasti asik, adapun akhirnya bagaimana aku tak memikirkannya yang penting tahap awal terlalui.
“Banyak Mbak, Mbak Ninik mau yang kaya gimana?” Aku menantangnya.
“Kalau ada sih yang pemainnya orang biasa-biasa aja yang bukan bintang film porno” Kata Mbak Ninik seperti menawar.
“Wah kayaknya selera kita sama Mbak, justru yang yang biasa-biasa aja yang banyak, soalnya saya juga nggak suka yang terlalu dibikin-bikin,” Kataku mengiyakan keinginannya.
Kemudian ku buka file film pornoku, aku pilih yang ku anggap bagus lalu ku jalankan di komputer. Terlihat di layar seorang wanita seumuran Mbak Ninik dengan bentuk tubuh yang sepertinya juga sama sedang merayu lelaki muda. Setelah beberapa saat, dan film yang kustel semakin hot ku lihat Mbak Ninik begitu menikmati. Mbak Ninik menarik kursi yang didudukinnya agar lebih dekat ke layar monitor, yang berarti tubuh Mbak Ninik juga semakin mendekat pada tubuhku bahkan nyaris bersinggungan. Aku semakin menikmati keadaan yang terjadi meskipun saat itu aku tetap menunggu situasi ideal seperti yang aku impikan selama ini.
“Nah film seperti ini yang Mbak Ninik Suka, eh.. Cen gedein dikit dong volumenya, nggak enak kalau nggak denger suaranya,” Pinta Mbak Ninik.
Aku menuruti keinginannya yang padahal keinginanku juga, semakin asyik rasanya kalau mendengar wanita mendesah-desah menikmati persetubuhan. Diluar hujan mulai turun hingga menambah semakin erotisnya saat itu.
“Mbak Ninik, saya sudah nggak tahan nih,” Akhirnya aku beranikan diri untuk memulai.
Mbak Ninik tak menjawab hanya kulihat dia menarik nafas resah matanya tak lepas dari adegan yang terjadi di layar monitor.
“Enak kayaknya yah kalo lagi begituan aku diperlakukan seperti itu. Suami Mbak Ninik sih nggak pernah deh kayak gitu, biasanya langsung tancap aja, sebentar lalu udahan, tinggal aku yang pusing sendiri,” Mbak Ninik berkata ngedumel, badannya selalu bergerak-gerak resah tak mau diam, mungkin hal itu berarti Mbak Ninik sudah terkontaminasi hal-hal erotis seperti juga yang kualami akibat dari adegan-adegan penuh nafsu yang kami tonton.
Sampai pada akhirnya tanganku kujamahkan pada tangannya, kuremas pelan sambil menunggu reaksinya. Setelah aku tahu tidak ada penolakan, lalu tangannya kubimbing ke arah pangkal pahaku dan kuletakan diatas kemaluanku dengan posisi telapak tangan Mbak Ninik menghadap kebawah dalam keadaan seperti akan mencengkram kemaluanku berharap Mbak Ninik melakukannya sendiri. Karena tidak tahan, tanpa menunggu lagi akhirnya kuremas-remaskan tangan Mbak Ninik pada penisku.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Tapi apa yang terjadi selanjutnya, Mbak Ninik malah memasukan sendiri tangannya kedalam celanaku dan meraih isinya lalu meremas dan sesekali mengocok batang penisku, ku rasakan juga ibu jarinya kadang-kadang mengelus-elus kepala penisku terasa agak geli tapi semakin menambah tinggi libidoku. Dalam situasi seperti itu aku tak mau tinggal diam, ku tarik tubuh Mbak Ninik agar semakin dekat hingga seperti berpelukan dengan posisi tubuh Mbak Ninik agak miring didepan tubuhku, tanganku mulai meremas-remas teteknya dari luar bajunya. Setelah puas dari luar, kumasukan kebalik bajunya dan meremasnya meskipun masih tertutup BH.
Akhirnya tanganku menelusup ke balik BH nya, kurasakan sesuatu yang empuk dan kenyal terpegang. Aku meremasnya dengan agak geregetan, kuremas-remas teteknya bergantian kiri dan kanan tak lupa pentilnya kupelintir-pelintir. Nafas Mbak Ninik ku dengar semakin menderu sedangkan tangannya tetap meremas-remas penisku, tapi penisku sekarang sudah berada di luar karena Mbak Ninik telah melepas kancing dan menurunkan seleting celanaku.
“Cen kalau ada orang gimana?” Mbak Ninik bertanya dengan terdengar agak khawatir.
“Tenang aja Mbak anak-anak paling cepet sore nanti baru pulang, udah gitu kan lagi hujan,” Aku coba menentramkannya.
“Kita pindah ke kamar aja yuk!” Mbak Ninik akhirnya mengajaku untuk pindah ke kamar yang terletak di ruangan sebelah, tempatku beristirahat kalau siang sedangkan kalau malam dipakai untuk tidur anak-anak.
“Ayo..!,” Aku mengiyakan, lalu berdiri dan mengancingkan celanaku.
Mbak Ninik berjalan duluan menuju kamar sedang aku mematikan film yang masih berlangsung dimana beberapa saat tadi sudah tidak menarik lagi karena ada yang sesuatu yang lebih menarik yang aku lakukan bersama Mbak Ninik. Tak kumatikan kompoter lalu kususul Mbak Ninik ke kamar.
Sampai di kamar kulihat Mbak Ninik sudah berbaring di atas kasur masih dengan bajunya. Kututup pintu lalu berjalan mendekatinya dan langsung ku peluk tubuhnya. Kucium bibirnya sambil lidahku kumasukan kedalam mulutnya lalu dihisapnya, kemudian gantian lidahnya ku hisap-hisap. Ciumanku kini kuarahkan kelehernya, kuciumi lehernya dan kupingnya tercium wangi farfum yang menguap dari tubunya.
“Ah.. Sshh..,” Mbak Ninik mendesis-desis ketika tangan kananku kumasukan kedalam celananya, lalu kuelus-elus belahan diantara pahanya yang kurasakan berbulu tapi tidak terlalu banyak. Jari tanganku menjepit-jepit dan mencubit-cubit kelentitnya kemudian kumasukan jariku kedalam lubang senggamanya kuputar-putar dengan gerakan maju mundur.
Kulihat Mbak Ninik semakin gelisah menahan nafsunya yang semakin tinggi terkadang keluar keluahan dari mulutnya seperti orang kesakitan tapi aku yakin itu karena kenikmatan yang sedang dirasakannya.
“Ah.. Cen Mbak Ninik suka nggak tahan kalau di pegang itunya aahh.. Mbak Ninik buka aja celananya ya!” Kata Mbak Ninik sambil membuka celana dengan cara mengangkat pantanya lalu menurunkan celananya, aku membantunya dengan menarik nya sampai terlepas dari kakinya, dan tampaklah sepasang kaki gempal dengan celana dalam warna merah mudanya yang masih melekat, menutupi setangkup daerah paling sensitifnya.
Ku elus-elus kedua kaki Mbak Ninik lalu kuciumi pahanya bergantian menuju ke atas ke arah selangkangannya. Tanganku berpindah-pindah antara mengelus paha mulusnya dan meremas kedua bongkahan pantatnya kenyal.
Ciumanku semakin mendekati mekinya yang masih ditutupi celana dalam. Sampai di pangkal pahanya lidahku kusapu-sapukan mengelilingi daerah sekitar kemaluannya, kuciumi permukaan mekinya dari atas celana dalamnya, kemudian pelan-pelan kutarik CD nya dari arah belakang, sedangkan bibir dan lidahku tetap menciumi daerah sekitar selangkangannya. Setelah CD Mbak Ninik terlepas, tampaklah belahan mekinya yang dihiasi bulu-bulu yang tidak telalu tebal. Kupandangi sebentar, kuarahkan bibirku ke kemaluannya kuciumi dan kusapu-sapukan lidahku, sedangkan kelentitnya ku kenyot-kenyot dan kujepit dengan bibirku. Hidungku mencium aroma kemaluan Mbak Ninik yang unik membuatku semakin bernafsu.
“Meki Mbak Ninik wangi pake apa Mbak?” Tanyaku pada Mbak Ninik.
Mbak Ninik tak menjawab hanya desahan yang keluar dari mulutnya.
“Aahh.. Terus.. Ahh,” Mbak Ninik mencercercau dan bergerak-gerak sedikit liar, terkadang pantatnya dinaikan keatas hingga kepalaku ikut terangkat, tangannya meremas-remas rambutku, terkadang menekan kepalaku ke arah kemaluannya.
lidahku kini kutusuk-tusukkan kedalam mekinya yang sudah berlendir hingga semakin basah bercampur dengan air liurku. Jari tanganku mengelus-elus lubang duburnya lalu kumasukan juga ke dalam vaginanya, kuputar-putar jariku dalam meki Mbak Ninik lalu kugerakkan maju mundur. Terkadang kelentitnya kutarik dan kukenyot-kenyot.
“Enak nggak Mbak?” Tanyaku sambil wajahku tengadah untuk melihat wajahnya.
Mata Mbak Ninik sedikit merem dan bibir bawahnya sedikit digigit.
“Heueuh enak banget Cen, Mbak Ninik belum pernah diginiin sama suami Mbak Ninik aahh..” Jawab Mbak Ninik.
Sambil terus menciumi vaginanya yang harum tanganku menulusup kebalik bajunya, kuangkat BH nya keatas teteknya. Kupegang dan kuremas-remas teteknya dan kupilin-pilin pentilnya bergantian.
“Cen buka dong bajunya!” Pinta Mbak Ninik padaku.
Kuhentikan kegiatanku, kulepas semua yang menempel di tubuhku, sementara itu Mbak Ninik juga melepas baju dan BH nya, dan sekarang aku dan Mbak Ninik sudah sama-sama bugil. Kupeluk lagi Mbak Ninik kuciumi bibirnya, kuremas-remas teteknya, kupermainkan vaginanya dengan cara memilin-milin kelentitnya dan memasukan dan memutar-mutarkan jariku didalamnya. Sementara itu tangan Mbak Ninik memegang, mengelus-elus dan terkadang mengocok penisku yang sudah tegang.
Kini Mbak Ninik yang aktif bergerak diatas tubuhku sedangkan aku hanya telentang meresapi kenikmatan. Bibir dan lidahnya menciumi dan menjilati terkadang digigi-gigitnya puting susuku, lalu turun ke bawah dan akhirnya penisku ku dijadikan mainan. Mbak Ninik mengocok kemaluanku dengan cara memasuk dan mengeluarkan oleh mulutnya, lidahnya mengulas-ulas kepala penisku. Biji pelirkupun tak luput dikenyot-kenyotnya, sedangkan tanganku meremas-remas rambutnya.
“Mbak gedean mana punya saya sama punya suami Mbak Ninik?” Tanyaku ingin tahu.
“Gedean punya kamu sedikit,” Jawab Mbak Ninik sambil tetep mempermainkan kemaluanku.
Kemudian Mbak Ninik bangkit dan mengangkang di atas tubuhku.
“Mbak Ninik di atas yah..!” Pintanya.
“Memangnya kenapa kalau di atas, Mbak?” Tanyaku.
“Soalnya kalau di atas puas, kan yang banyak bergerak yang diatas makanya Mbak Ninik bisa cepet sampai,” Mbak Ninik menjelaskan.
Mbak Ninik mengatur posisinya dengan meletakan pantanya diatas kemaluanku. Kedua kakinya dilipat sejajar pahaku lalu tangannya menuntun penisku dan meletakan kepala penisku di antara bibir mekinya dan persis ditengah lobang vaginanya. Setelah dirasa pas perlahan-lahan Mbak Ninik menekan pantatnya hingga penisku terbenam ke dalam vaginanya, setelah sampai dasar nya pantatnya diayunkan naik turun dengan simultan. Tetek Mbak Ninik ikut terayun-ayun karena gerakan naik turunnya. Tetek Mbak Ninik sudah agak kendor tapi masih terlihat indah dengan ukuran yang sesuai dengan tubuhnya, tanganku meremas-remasnya terkadang ku angkat badanku agar aku dapat mengulum putingnya dan menjilati buah dadanya.
“Oh enak banget.. Aahh..,” Mbak Ninik mengerang-ngerang.
Kuimbangi gerakan Mbak Ninik dengan mengangkat pantat apabila pantat Mbak Ninik menekan pantatnya hingga rasanya kemaluanku menyentuh dasar vaginanya. Terkadang tubuh Mbak Ninik tidur diatasku sambil tetap beggerakan pantanta. Mulutnya tak henti berdesis pelan. Setelah beberapa saat gerakan Mbak Ninik semakin cepat dan tangannya mencengkram dadaku.
“Ahh.. Mbak Ninik mau sampai sshh.. Aahh,” Rupanya Mbak Ninik sudah mau klimaks. Aku semakin semangat meremas-remas dan memilin-milin putingnya, sedangkan tanganku yang satunya menowel dan mencubiti kelentitnya. Dan Akhirnya,
“Aahh..!” Mbak Ninik melenguh kenikmatan.
Tubuhnya mengejang diatas tubuhku dengan bibirnya melekat erat pada bibirku, kemudian perlahan-lahan tubuhnya melemah sampai akhirnya terdiam di atas tubuhku. Sedang penisku masih tertancap di vaginanya. Kurasakan mekinya penuh cairan.
“Gimana Mbak..? Kita main lagi yah?” Aku mengajaknya untuk kembali bercinta karena aku belum apa-apa.
“Nanti sebentar Mbak Ninik masih cape,” Jawabnya.
lalu setelah Mbak Ninik sedikit segar kami mulai bercinta lagi.
“Mbak, nungging ya Mbak!”
Aku meminta Mbak Ninik untuk bercinta dalam posisi dimana aku di belakangnya tapi tidak benar-benar nungging. Mbak Ninik tidur telungkup dengan pantat sedikit mendongak dengan di ganjal bantal. Dalam posisi ini selain kenikmatan dengan terbenamnya penis ke dalam vagina juga pantat montok Mbak Ninik bisa puas aku nikmati.
Ku arahkan penisku ke vaginanya, setelah pas kudorong pelan sampai mentok, lalu kuangkat, kemudian kuayunkan pantatku maju mundur. Saat itu posisi tubuhku berada di atas tubuh Mbak Ninik dari arah belakang. Sambil memaju-mundurkan pantatku wajahku menciumi rambut Mbak Ninik dan tanganku meremas-remas teteknya dari belakang. Terkadang jari tanganku mencolok-colok dan mengulas-ulas lubang anusnya. Setelah beberapa saat aku merasa sudah akan klimaks, kuminta Mbak Epi berbalik untuk memakai gaya konvensional.
“Mbak, balik dong saya mau sampai nih,” Pintaku.
“Iya Mbak Ninik juga mau sampai juga nih.” Jawabnya.
lalu Mbak Ninik membalikan badannya kakinya mengangkang. langsung saja kumasukan penisku ke dalam mekinya dan menggerak-gerakan pantatku kali ini dengan agak kasar.
“Aahh.. Ahh.. Kita keluarin bareng ya Cen,” Kata Mbak Ninik sambil mendesah-desah.
“Mbak Ninik pilin-pilinin puting susu saya dong!” Aku memintanya.
Karena kenikmatan yang kudapat akan semakin maksimal apabila puting susuku dipilin-pilin.
Mbak Ninik memilin-milin putingku dan tanganku pun meremas-remas teteknya. Bibirku dan bibir Mbak Ninik saling berpagutan sambil saling sedot lidah, hingga akhirnya kurasakan sesuatu mendesak untuk di keluarkan yang di sertai kenikmatan tiada tara. Aku melihat Mbak Ninik juga mengalami hal yang sama dengan ku.
“Mbak Ninik saya mau keluar..,” Kataku.
“Mbak Ninik juga mau keluar nih ,” Mbak Ninik menjawab.
Dan ahirnya sambil kuhujamkan penisku dengan keras kedalam meki Mbak Ninik, spermaku keluar membasahi vagina Mbak Ninik. Mbak Ninik juga sama denganku, kami saling berpagutan menuntaskan kenikmatan bersama-sama.
Kami terdiam beberapa saat menikmati sisa kenikmatan, tubuhku masih berada di atas tubuh Mbak Ninik, perlahan ku gulingkan tubuhku ke samping Mbak Ninik. Ada rasa ngilu pada penisku ketika terlepas dari meki Mbak Ninik.
“Mbak Ninik puas banget Cen, sudah lama banget Mbak Ninik nggak ngerasain yang seperti tadi.,” Mbak Ninik mengungkapkan kepuasannya.
“Saya juga Mbak, dan kalau nanti-nanti Mbak Ninik kepengen lagi saya selalu siap,” Aku menimpalinnya sambil tanganku meraba-raba teteknya.
“Eh, udah yu, nanti keburu ada yang datang,” Kata Mbak Ninik, dia bangkit dari tidur lalu meraih pakaiannya, mengenakannya lalu keluar menuju kamar mandi. Akupun berdiri, mengenakan pakaian lalu berjalan menuju kantorku, tak lama kemudian Mbak Ninik menyusul gantian aku yang ke kamar mandi.
Kami membicarakan tentang hal-hal lain beberapa saat, lalu anak buahku datang, Mbak Ninik pamit pulang. Setelah kejadian itu, kami tak pernah membahasnya meskipun Mbak Ninik tetap rutin datang ke kantorku. Sesungguhnya aku sangat ingin mengulanginya lagi tapi ada rasa segan untuk mengutarakannya ke Mbak Ninik, aku pikir lebih baik menunggu saja. Baik Aku maupun Mbak Ninik tak pernah menunjukan bahwa kami pernah bercinta, semua berlalu seperti terjadi apa-apa.
Sampai suatu malam, suami Mbak Ninik datang ke rumahku untuk meminta tolong memperbaiki komputernya yang baru dibeli tidak bisa di operasikan mungkin karena dimainin anak-anaknya. lalu kami pergi ke rumahnya, ku chek komputernya dan ku bilang bahwa besok pagi saja memperbaikinya karena harus diinstal ulang dan membutuhkan waktu agak lama, kebetulan besok aku tidak begitu sibuk. Waktu itu Mbak Ninik memakai daster, membuat aku horny. Mbak Ninik lalu nimbrung ngobrol beberapa saat kemudian aku pulang.
Besok paginya sekitar jam 7, setelah pamit dengan istiruku aku ke rumah Mbak Ninik. Sesampainya di sana aku bertemu dengan suaminya Mbak Ninik yang sudah bersiap-siap berangkat kerja, Mbak Ninik sedang mandi ketika itu sedangkan anak-anaknya sudah berangkat sekolah diantar pembantunya. Setelah ngobrol beberapa saat suaminya lalu berangkat kerja dan aku langsung meperbaiki komputernya. Mbak Ninik kemudian keluar dari kamarnya, rambutnya masi terlihat basah, menghampiriku lalu berbasa-basi sebentar lalu pergi ke ruangan lain, aku kembali konsentrasi ke komputer. Sebetulnya saat itu aku sangat berharap kejadian dulu bersama Mbak Ninik dapat terulang kembali, tapi aku nggak berani untuk memulai.
Proses instal sedang komputer sedang berlangsung dan aku menunggunya sambil sesekali melihat layar TV. Tiba-tiba terdengar suara Mbak Ninik memanggil dari ruang tamu.
“Cen, kesini deh.”
“Ada apa Mbak?’ Sahutku, kemudian berjalan ke arah ruang tamu. Ku lihat Mbak Ninik sedang duduk di sofa sambil membaca majalah, dia memakai kaus dan kain membalut bagian bawah tubuhnya, lalu aku menghampirinya.
“Komputernya sudah selesai belum?,” Dia bertanya.
“Belum masih lama Mbak, kenapa Mbak?”
“Sini deh!” Dia memintaku duduk di sampingnya. lalu aku duduk di sampingnya tercium wangi sabun dari tubuhnya.
“Mbak Ninik kepengen nihl” Akhirnya waktunya datang juga, aku faham keinginan Mbak Ninik untuk bercinta.
“Disini?, nanti kalau pembantu Mbak Ninik pulang gimana?”
“Nggak, dia pulangnya jam l0,”
Setelah mendengar jawabannya langsung ku peluk tubuh Mbak Ninik, ku cium bibirnya dan kami saling berpagutan, sedang tanganku kumasukan ke dalam bajunya dan ternyata Mbak Ninik tidak memakai BH. Kuremas-remas teteknya. Tangan Mbak Ninik masuk ke dalam celanaku dan mempermainkan penisku.
“Mbak, kaosnya di lepas ya!,” Pintaku.
Mbak Ninik langsung melepas kausnya sedang kan aku, kuturunkan celanaku sebatas paha hingga penisku yang mulai tegang keluar. Aku tidak berani melepas pakaian.
“Mbak nungging dong” Aku memintanya.
“Nungging gimana? Dia bertanya untuk memastikan posisinya.
Aku atur posisi badan Mbak Ninik, lututnya menempel di lantai sedangkan badannya di atas sofa. Setelah posisinya kurasa enak, ku angkat kain yang menutupi bagian bawah tubuhnya dan ternyata dia juga tidak memakai CD. Mulai kuarahkan ke lobang mekinya, ku tekan pantatku lalu ku ayun. Sambil mengayunkan pantat, kuciumi tengkuk dan rambutnya, sedang tanganku dua-duanya meremas teteknya. Dari mulutnya ku dengar desis perlahan.
“Cen Mbak Ninik di atas yah!’ Dia meminta mengubah posisi. Aku lalu duduk bersandar di atas Sofa, tubuh Mbak Ninik naik ke atas tubuhku, tangannya membimbing penisku ke arah lubang mekinya. Di gerakannya pantatnya naik turun dan kuimbangi dengan gerakan pantatku menekan keatas apabila pantatnya menekan ke bawah.
Bibir Mbak Ninik melumat dengan rakus bibirku, sedangkan tanganku meremas-remas bongkahan pantatnya. Terkadang kuciumi teteknya dan kukenyot-kenyot pentilnya, kepalanya menengadah keatas.
Beberapa saat kemudian,
“Mbak Ninik mau keluar aahh!!” Dia berbisik ketelingaku sambil menggerakan pantatnya semakin cepat.
Aku pun merasakan hal yang sama lalu kuminta Mbak Ninik untuk memilin-milin pentil susuku. Aku semakin bergairah mengimbangi gerakan yang di lakukan Mbak Ninik. Kuciumi lagi teteknya sambil di remas-remas.
Akhirnya, saatnya tiba, Mbak Ninik menekan mekinya sedemikian rupa dan akupun menekan pantatku sampai penisku serasa mentok. Tubuhku dan Tubuh Mbak Ninik berpelukan erat dengan mulut saling berpagutan. Spermaku keluar membanjiri mekinya. Sampai beberapa saat kami tetap saling berpelukan menikmati sisa kenikmatan.

Agen Judi Terpercaya : Wina Mantan Anak Buahku

0 comments
 Promosi Terbaru Liga8.com
Likenews - Ok, sebut saja namau Ajie. Aku masih single dan ketika kejadian ini berlangsung aku juga sedang jomblo. Sebelumnya ak cerita dlu bahwa 4 tahun lalu ak kerja di sebuah perusahaan penerbit buku di kota pelajar. Tahun 2007 aku ditugaskan di bagian promosi dengan tugas menjalankan berbagai acara promosi termasuk ikut pameran buku yang sangat sering dilaksanakan di kota-kota besar.
Perusahaan ku masih relative kecil. karyawanya terbatas sehingga pada saat pameran yang kira-kira rame kami menyewa stand agak besar dan membtuhkan tenaga freelane semacam SPG untuk bantu jaga stand. Sebagai coordinator tim pameran, aku juga harus irit biaya operasional, jika ak menghubungi agen SPG di sana rata-rata honornya 40rb satu sift (6,5 jam) dan kalo full pagi sampe malem 70rb. Itupun ceweknya dpet yang kualitas biasa.
Aku berinasiatif menyewa teman atau temannya teman yang memang sedang nganggur. Dan akhirnya pameran itu ak dibantu 2 sales internal dan 2 cewek yang adalah teman dari salah satu staff di kantorku. Salah satunya bernama Wina. Dia agak pendek, skitar 155an tingginya, toketnya kecil tapi putih dan pantatnya sangat mencolok. Kurang proporsional sbenarnya tpi bagaimanapun juga pantat yang semok bkin cwok ngiler.
Aku sendiri lebih banyak cuek. Waktu itu aku masih punya pacar dan Wina jga. Wina selalu di antar dan dijemput pacarnya ketika tugas jaga pameran. Singkatnya aku dan Wina tidak lebih dari hubungan kerja, dia bisa dikatakan bawahanku. Kami tidak akrab, aku lebih banyak diem kalo memang tidak ada yang perlu dibicarakan. Begitu memang gayaku di tempat kerja. Staf-staf di bawahku jga sungkan denganku karena sikapku itu…
Setahun kemudian aku keluar dari perusahaan itu dan beberapa bulan kemudian aku dengar kabar kalo Wina malah sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan itu. Syukurlah, aku ikut seneng. Sampai dengan bulan Agustus 2010 ak tidak pernah ketemu dia lagi.
Melalui FB tanpa sengaja aku temukan Wina dari daftar teman di FB karyawan kantor lamaku itu. Aku add saja tanpa maksud dan tujuan apapun selain menjalin pertemanan. Tapi beberapa kali aku amati status yang dia tulis bernada sedih… Aku coba kirimkan pesan lewat inbox menanyakan ada masalah apa. Aku tidak tlis komen karena takut kalo dibaca pacarnya bias jadi salah paham. Ak ga punya niat apa-apa…
Cerita Ngentot | AlhasIl dia membalas dengan menjawab bahwa tidak ada apa-apa. Aku terus mendesak dengan menanyakan lagi dan akhirnya dia mau cerita. Dia ternyata sudah menikah sebulan yang lalu dengan kekasihnya yang ternyata beda agama itu. Waktu menikah suaminya sudah bersedia pindah agama muslim seperti Wina, tapi 2 minggu stelah mereka hidup bersama suaminya kembali ke gereja dan tidak mau melanjutkan belajar baca quran. Di tambah lagi suaminya itu kerja di pabrik yang sering shift malem, sehingga Wina sangat sering sendirian di malam hari. Aku coba hibur dengan nasehat sebisaku.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Suatu siang ak online dan diapun online. Akhirnya ak ajak dia chat dan membicarakan masalahnya itu. Dia nanya,
“mas Ajie sudah nikah belum?” ak jawab
“belum, nunggu kamu tapi malah ditinggal.”
Dia lalu jawab
“ha??? Emang kalo ak blum nikah mas mau?”
Aku tiba-tiba mendapat insting bahwa ini akan menjadi petualangan yang menarik…
“ya mau lah… kamu sexy, baik, sopan dan dan lembut… sapa yang ga mau… kamu malah yang ga mau sama aku kan, ak kan ga cakep dan ga gagah seperti suamimu.”
Tanpa aku duga dia menjawab
“hmm.. sayang ya, hidup sering kali seperti teka-teki. Aku sih mau aja mas.. dlu waktu masih freelance bantu mas di pameran jujur ak simpatik sama mas Ajie. Ma situ cool. Dari semua pria di kantor kita dulu Cuma mas yang belum pernah godain aku… jadi penasaran hehehe…”
Singkat cerita kami jadi lebih akrab dan aku jujur bahwa kekagumanku ke dia memang hanya soal fisik… chatting ini berlanjut dengan SMS yang berlangsung setiap malam. Kadang sampai jam 3 pagi kalo suaminya pas kerja sift malam.
Akhirnya aku nekat ajak dia ketemu di kedai kopi sambil ngobrol. 2 kali ketemuan dia yang ganti ngajak aku ketemu. Waktu itu ak tidak minat karena ak sedang kehabisan uang. Sejak ak keluar dari perusahaan itu aku kerja serabutan dan freelance, kadang dpat job kadang enggak. Tapi dia ngeyel pengen ketemu, pengen cerita-cerita karena ga ada temen ngobrol di rumah. Akhirnya ak tawarkan untuk datang ke kontrakanku aja. Kebetulan teman yang ngntrak bareng aku sedang keluar dan biasanya pulang tengah malam. Jam 8 malem dia sudah sampai di kontrakanku.
Kami ngobrl soal kabar teman-temanku yang masih kerja di kantornya, juga soal suaminya… aku tdak berani bertindak lebih, aku mendekat pelan-pelan dan akhrnya tubuh kamu susah saling bersentuhan meski masih ngobrol santai. Ak beranikan diri memuji rambutnya dan membelai rambut yang dicat pirang itu. Dia senyum-senyum aja dan ak lalu tarik kepalanya agar bersandar di pundakku.. kami diam.. dan ak membelai rambutnya… sampai waktu menunjukkan pkul 10 malam dan dia pamit plang.
Besoknya ak SMS dia dan dia datang lagi… kali ini ak jadi lebih santai… ak ajak dia ke kamarku dengan alasan ak mau nyambi ngerjain job desain dan komputerku ada di kamar. Kebetulan ak dapat job mendesain publikasi sebuah acara music. Sebenarnya dateline masih 2 minggu. Diapun mau masuk ke kamarku . Dia duduk di kasur dan ak di depan computer sambil tetap ngobrol. Blum ada 10 menit ak pindah ke kasur, duduk di dekatnya.
“lho, kok malah ke sini, udah sana kerjain ak temenin di sini,”
“ntar, belum ada ide nih…” aku jawab sambil nekat meraih kepalanya mencium rambut dan keningnya.
Lalu ak rebahan dan dia tiduran di dadaku.. ak membelai kepalanya, lalu turun ke pundak dan punggung… penisku sudah mulai mengeras merasakan toketnya yang meski kecil terasa hangat menyentuh perutku… aku terus mencium keningnya, dan ketika tiba-tiba dia mendongak menatapku, aku cium matanya… dia terpejam… tanganku bergerak naik kembali ke rambut dan sesekali membelai lehernya…
“hhhh….” Terdengar desahnya yang sangat seksi ketika tanganku menyenth leher dan telinganya..” aku jadi tau, di situ daerah sensitifnya.. lalu aku angkat wajahnya dan
“Win… ak pengen cium bibir kamu.”
“jangan mas… bahaya.. cukup gini aja” sambil dia mempererat pelukannya,,, aku seketika kecewa dan sekaligus maklum.
Wajahku memang tidak cakep, wajar kalo dia sma sekali tidak tertarik ciuaman denganku, tapi dia mau memelukku, mungkin memang dia ada rasa sama aku, atau juga bernafsu… ah apapun itu yang pentng ak lanjutkan perjuanganku… ak ciumi lagi wajahnya kecuali bibir dan tangan kananku bergerak kesana kemari dari punggung perut dan leher… lalu ak nekat mencium lehernya…
“massshh.. aahhh… geli mas… “ dan dengan cepat ak menangkap dadanya dari luar kaos, aku remas pelan-pelan,,, dan dia menggeliat kegelian…
“mmmhh… mass… na…kal… aahhh..”
Tidak ada tanda penolakan, aku segera membalik sehingga skarang dia yang tidur telentang dan badanku menindihnya… ak cium leherna, ak jilat dan emut dauh telinga kirinya… tanganku menyelusup ke dalam kaosnya dan meremas perutnya. Tanpa ada halangan, diapun mengelus tangan dan punggungku… sesekali meremas rambutku ketika dia merasakan geli nikmat… tanganku sampai ke toketnya yang masih terbungkus BH,….
“Win… suka ga diginiin…?”
“heehh… mass… aahhhh…. Ssssjhh”
Sumpah, dari beberpa cewek yang pernah ak tiduri suara desahan Wina paling top dan membuat penisku memberontak dari dalam celana… aku semakin kuat menindihnya… penisku ak gesekkan ke pinggul dan pahanya. Sementra tangan kananku berputar ke punggunynya dan dengan satu gerakan, lepaslah kait BH nya… kembali tanganku menyelusup ke balik BH nya… dia berkeringat…
“Win.. lepas kaosnya ya… “
“lepasin aja masss…” ak bangkit duduk, diapun duduk, pelan-pelan aku lepas kaosnya, matanya menatapku sambil senyum-senyum… kaos terlepas dan BH ak lepas juga… kami berpelukan sambil duduk dan pelan-pelan aku rebahkan dia, selanjutnya aku menyerang kembali lehernya… nafasnya ngos-ngossan menahan rasa nikmat dan geli,,, ak turun menjilati dadanya, juga keteknya yang bersih dan lalu segera mengulum putingnya yang sudah mengeras… tangan kiriku meremas toket satunya, dan terus bergantian kiri kanan…
Suara desahannya menyebut-nyebut namaku terus menggema di kamarku… aku sudah sangat bernafsu, berbulan-bulan sejak putus ak tidak menyentuh perempuan… Wina juga terlihat semakin menikmati,, badanya terangkat menggeliat setiap kali ak menyedot lembut putting kecilnya,, seolah dia mau menyodorkan seluruh toketnya ke mulutku,, tanganku turun membelai pahanya yang terus bergerak. Aku yakin memeknya sudah gelisah menanti penisku yang keras ini..
Rabaanku bergeser ke selangkangannya… dia memakai jeans jadi di tanganku belm kerasa kelembutan vaginanya.. tapi bagi dia justru menguntungkan,,, jahitan jeans yang keras dan menonjol aku tekan dan gesek sedikit-sedikit… dan pasti menjadi pijatan yang luar biasa nikmat buat dia…. Dia tersentak dan menggigit pundakku sambil menjerit kecil..
“uuhh… mas… mmm masss.. ooohhhh…”
Tanpa di minta tangan kirinya juga mulai berani mampir ke gundukan celanaku.. ia merabanya sambil sedikit menekan… remasanku di memeknya jga aku tambah lagi sambil mulutku bergantian menjilat putting dan lehernya…
“Wiinn.. masukin tanganya ya sayang….” Aku memintanya supaya tangannya maku ke dalam celanaku… aku ingin merasakan tangan lembutnya di penisku…
Dia dengan sangat lembut membua kancing celanaku dan pelan-pelan menariknya sampai lepas. Aku masih pake kaos, tapi bawahnya tinggal celana dalam,,, aku memblas dengan membuka celananya dan diapun melanjutkan sendiri melepas jeansnya.. CD nya berenda hijau tua… seksi sekali…
Dia lembut mengocok kontlku… jariku membalas dengan menyerang klitnya… dia memejam, mlutnya terbuka dan nafasnya mendesah sangat manja…
“Win… ak pengen dimut..” diapun melepaskan diri dari pelukanku… mencium dadaku, menjilat putting kcilku…” mmmjhh…
“ ak paling ga than geli kalo dijilat putingku,,,”
Dia terus menjilat turun ke perutlu dan sampailah ke senjata kebanggaanku… di menjilat lembut dari pangkal ke …
…ujungnya,, lalu turun lagi ke pangkal dan secepat kilat…
“”oohhhhhhhh.. Winaiii,..” di melahap penisku ke mulutnya… hhmmmm..”
“Wina… keren banget Win sedotanmu…” di berhenti dan menatapku dengan senyum manis, lalu melanjutkan kulumannya… tanganku ga jelas kemana,, kadang ke pipinya, rambutnya, punggung dan toketnya…
“mmhh… mhhhmmm…. Mmmmmhhhh” dia tetap mengeluarkan suara sambil terus menarikan lidah ke penisku… aku semakin melayang…
“Win, kamu ga pengen dijilat memeknya…?” aku Tanya karena tahu tidak semua cewek suka dioral…
“jangan mas, ak ga biasa…” Aku berusaha memahami dan tidak memaksanya… dia lalu berhenti dan mengambil posisi duduk di atas penisku.. bibir vaginanya terasa memeluk penisku dan dia bergerak maju mundur dengan sangat lembut dann… ya ampuunn… posisi duduknya menciptakan bayangan di tembok yang sangat seksi… penisku semakin panas dan rasanya ingin segera membantingya dan menusukkan ke vagina seksi ini….
Wina membungku dan mencium putingku lagi… lalu duduk lagi, dan mengangkat pantatnya… dan dengan tanpa menggunakan tangan, ia mengarahkan vaginanya ke ujung penisku lalu ;
””mmmmmmmmhhhhhhhhh….. maaasssssss…. “ vaginanya dengan lembut dan pelan menelan penisku…
“ooohhhhhhh… anget sekali di dalem memekmu Win…”
Wina menggoyang tubuhnya maju mundur dan turun naik… pertama dengan lambat,,, tapi ia semakin cepat..
Oohh.. mas.. mmm.. gila mas… aku nidurin kamu mas,,, mas Ajie,, ahh,,, mas… mulutnya meracau… penisku semakin panas di dalam sana… kdua tanganku meraih pantat montoknya dan meremas-remas dengan sangat gemes… Wina melihatku dan tersenyum… dia suka diremas pantatnya… badanya condong ke depan… aaku tahu maksudnya,., mulutku segera menyambar toketnya lagi… kedua bongkah pantatnya ak tarik ke samping…. Dia mengerang
“ooohhhhh…… ssshhhhhhhhhh….”
Jari telunjukku meraih anusnya dan aku gesek-gesek lembuh di sana… Wina semakin kencang menggoyang penisku… badanya basah keringatt… lalu ia berhenti dan nafasnya tersengall..
Aku member isarat agar dia turun dari bdanku.. dia turun lalu ak atur dia tidur miring… satu kakiya yang atas ke dorong de depan… ak duduk dipaha satunya yang berada di bawah,,, ak mengarahkan senjata ke memeknya yang sudah basah…
“aaahhhhhhhhhhhhh……. Enak banget gini mas” ..
Sambil memegang pantat dan toket, ak mendoring maju mundur… kali ini lebih terasa sempit memeknya…. Ooohhh Wina… kamu seksi sayang…
“mas jugaa… aahhhh… mmmhsssssssss,,”
5 menit dalam posisi ini, ak segera trun. Jika terus-terussan ak ga akan tahan… aku atur lagi Wina ke posisi nungging… ini posisi favorit pacarku dulu… aku cium dan sedot pantatnya.. lalu kembali menembak memeknya…. Mmm…
Wina…
“masss”,,,
Aku semakin cepat dank eras mendorong penis…
“ooh yes… Wina.. kamu seksi..”
“ahh aahjh… ssyyy yaaahh… aahhh… ghmmhhhh” Wina tak pernah diamm
Badan kamu sama-sama basah… ujung penisku mulai berkedut.. duh,, ak mau keluar.. Wina belum.. ak hrus tahan dulu… aku cabut segera dan Wina pun merasa tanggung..
“duh kenapa mas.. Wina hamper sampe mas..”
“kamu telentang aja,,,”
Wina terlentang, kakinya membuka membentuk seperti huruf W… ohh seksi sekali… bibir vaginanya membengkak kaku karena nafsunya yang memuncak… nfas kami ngos ngossan… pelan-pelan ak masukkan penisku dan kudrong sam[ai mentok..
“uuuhhhhhhhhhhhh”
Wina meraih pantatku dan ditarik-tariknya sebagai tanda ia ingin ak menyodok lebih keras… ak turuti maunya dan semenit kemudian…
“mas.. as.. iya…. Mas… hmmm… terus mas… mas…Ajie… Wina keluaaaaaaaaa rraahhhhhhhhhhhhhhh…..”
Wina mencengkeram punggungku dan dadanya membusung naik… penisku merasakan cairan panas mengalir dari dalam rahimnya… Wina sudah keluar….
“aku udah mas… skarang mas… tapi jangan keluarin di dalem ya…”
Ku mengangguk dan melanjutkan sodokanku… tidak butuh waktu lama… Wina sambil membelai dadaku… dan
“Wiinn… ak ga tahan lagi,,,Winn… “
Aku cabut dan aku kocok penisku dannn
“serrrrrrrrrrrrrttt.. srrrrrrrrrrtttttttt… “ spermaku menyemprot kuat ke perut toket dan sbagian sampi ak wajahnya…
Aku rebah memeluknya… mencium kupingnya dan “
“makasih Wina… kok jadi kayak gini kita”
Wina tersenyum dan meremas pantatku…
”mas yang nakalin Wina sih…”
Kami lalu minum, saling mengelap tubuh dan berpakaian kembali.. sudah jam stengah 11, Wina pamit pulang…
beberapa hari kemudian hal seperti ini sering terulang… tapi untung, sejak 2 bulan kemudian, Wina sudah pamit meghentikan seks rahasia kami karena dia mulai bisa menyayangi suaminya lagi. Suaminya pun berubah semakin baik sikapnya… aku tetap ikut seneng…

Agen Judi Terpercaya : Kekasih Tercinta

0 comments
 Promosi Terbaru Liga8.com
Likenews - Cinta pertama tak pernah mati, apalagi bila cinta itu tumbuh saat masa kanak-kanak atau remaja. Kesederhanaan kala itu justru menjadikan pengalaman masa lalu terpatri erat di dalam sanubari sebagai kenangan indah yang tak terlupakan. Kisah nyata ini kualami dengan seorang gadis yang kukenal dan teman bermain sejak kecil, kisah pacaranku dengan Tia, seorang gadis yang sangat istimewa bagiku.
Kisah ini terjadi di awal tahun 90an. Saat masih kanak-kanak, kami bermain seperti halnya anak-anak pada umumnya.
“Hoom-pim-pah ..”
“Eko jaga..”. Ia menutup mata di bawah pohon kersen.
Kami, anak-anak yang lain, lari mencari tempat persembunyian. Aku lari ke warung Ma’ Ina yang sudah tutup. Tia lari mengikutiku. Aku merangkak masuk di bawah meja warung itu, Tia mengikutiku dari belakang dan jongkok di sebelahku. Tia dan aku mengintip lewat celah kecil di gedek di bawah meja yang sempit itu mencari kesempatan untuk lari keluar. Entah mengapa, aku selalu merasa senang kalau berada dekatnya.
Cerita Ngentot | Waktu itu rasanya tidak ingin aku keluar dari tempat persembunyianku. Apakah ini yang namanya “cinta anak-anak”? Aku tak tahu. Yang aku tahu Tia memang cantik. Aku juga sadar kalau aku juga ganteng (teman-temanku bilang begitu). Hingga kalau kami main pangeran-pangeranan, rasanya cocok kalau aku jadi pangeran, Tia jadi puteri. Juga dalam permainan lain Tia cuma mau ikut dalam kelompokku. Teman-temanku sering memasang-masangkan aku dengan dia.
Masa kecil kami memang sangat menyenangkan. Sampai tiba saatnya aku harus berpisah dengan teman-temanku karena harus mengikuti ayahku yang ditugaskan di kota lain. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas 4 SD. Sejak itu aku tak pernah dengar kabar apa-apa dari teman-temanku itu, termasuk Tia.
12 tahun kemudian.
Cerita Dewasa | Aku menghadiri sebuah pesta pengantin. Lagu The Wedding mengalun mengiringi para tamu yang asyik menikmati hidangan prasmanan. Gadis-gadis tampak cantik dengan dandanan dan gaun pesta mereka. Sampai Oom Andi, salah seorang pamanku menepuk pundakku.
“Eh Ton, apa kabar?”
“Oh, baik saja oom.”
“Akan kupertemukan kau dengan seseorang, ayo ikut aku.”
Aku mengikuti oom-ku itu menuju ke seorang gadis yang sedang asyik menikmati ice creamnya. Gadis itu mengenakan gaun pesta berwarna kuning dengan bahu terbuka, cantik sekali dia. Begitu aku melihat dia, aku segera teringat pada seseorang.
“Apakah, apakah dia ..?”
“Benar Ton, dia Tia.”
“Tia, ini kuperkenalkan pada temanmu.”
Gadis itu tampak agak terperanjat, tetapi sekalipun terlihat ragu-ragu, tampaknya ia pun mengenaliku.
“Ini Anton, tentu kamu kenal dia,” kata oomku.
Kami bersalaman.
“Wah, sudah gede sekali kamu Tia.”
“Memangnya suruh kecil terus, memangnya kamu sendiri bagaimana?” katanya sambil tertawa.
Tertawanya dan lesung pipinya itu langsung mengingatkanku pada tertawanya ketika ia kecil. Aku benar-benar terpesona melihat Tia, aku ingat Tia kecil memang cantik, tetapi yang ini memang luar biasa. Apakah karena dandanannya? Ah, tidak, sekalipun tidak berdandan aku pasti juga terpesona. Gaun pestanya yang kuning itu memang tidak mewah, tetapi serasi sekali dengan tubuhnya yang semampai. Bahunya terbuka, buah dadanya yang putih menyembul sedikit di atas gaunnya itu membedakannya dengan Tia kecil yang pernah kukenal.
“Sudah sana ngobrol-ngobrol tentu banyak yang diceritain,” kata oomku seraya meninggalkan kami.
“Tuh ada kursi kosong di situ, yuk duduk di situ,” kataku.
Kamipun berjalan menuju ke kursi itu.
“Bagaimana Tia, kamu sekarang di mana?”
“Aku sekarang tinggal di Semarang, kamu sendiri di mana?”
“Aku kuliah di Bandung, kamu bagaimana?”
Ia terdiam, menyendok ice creamnya lalu melumat dan menelannya, perlahan ia berkata,
“Aku tidak seberuntung kamu Ton, aku sudah bekerja. Aku hanya sampai SMA. Yah keadaan memang mengharuskan aku begitu.”
“Bekerja juga baik Tia, tiap orang kan punya jalan hidup sendiri-sendiri. Justru perjuangan hidup membuat orang lebih dewasa.”
Kira-kira satu jam kami saling menceritakan pengalaman kami. Waktu itu umurku 22, dia juga (sejak kecil aku sudah tahu umurnya sama dengan umurku). Perasaan yang pernah tumbuh di sanubariku semasa kecil tampaknya mulai bersemi kembali. Rasanya tak bosan-bosan aku memandang wajahnya yang Tia itu. Apakah cinta anak-anak itu mulai digantikan dengan cinta dewasa? Aku tidak tahu. Aku juga tidak tahu apakah ia merasakan hal yang sama. Yang pasti aku merasa simpati padanya. Malam itu sebelum berpisah aku minta alamatnya dan kuberikan alamatku.
Sekembali ke Bandung kusurati dia, dan dia membalasnya. Tak pernah terlambat dia membalas suratku. Hubungan kami makin akrab. Suatu ketika ia menyuratiku akan berkunjung ke Bandung mengantar ibunya untuk suatu urusan dagang. Memang setelah ayahnya pensiun, ibunya melakukan dagang kecil-kecilan. Aku senang sekali atas kedatangan mereka. Kucarikan sebuah hotel yang tak jauh dari rumah indekosku. Hotel itu sederhana tetapi cukup bersih.
Pagi hari aku menjemput mereka di stasiun kereta api dan mengantarnya ke hotel mereka. Sore hari, selesai kuliah, aku ke hotelnya. Kami makan malam menikmati sate yang dijual di pekarangan hotel. Pada malam hari kuajak Tia berjalan-jalan menikmati udara dingin kotaku. Entah bagaimana mulainya, tahu-tahu kami mulai bergandengan tangan, bahkan kadang-kadang kulingkarkan tanganku di bahunya yang tertutup oleh jaket. Kami berjalan menempuh jarak beberapa kilometer, jarak yang dengan Vespaku saja tidak terbilang dekat.
Tetapi anehnya kami merasakan jarak itu dekat sekali. Sekembali di hotel kami masih melanjutkan pecakapan di serambi hotel sampai lewat tengah malam, sementara ibu Tia sudah mengarungi alam mimpi. Besok sorenya aku ke hotel untuk mengantarkan mereka ke stasiun untuk kembali ke kota mereka. Ketika aku tiba di hotel, ibu Tia sedang mandi, Tia sedang mengemasi barang-barang bawaannya. Aku duduk di kursi di kamar itu. Tiba-tiba terbersit di pikiranku untuk memberikan selamat jalan yang sangat pribadi bagi dia. Dengan berdebar aku bangkit dari tempat dudukku berjalan dan berdiri di belakangnya, perlahan kupegang kedua bahunya dari belakang, kubalikkan tubuhnya hingga menghadapku.
“Tia, bolehkah ..?”
Ia tampak gugup, ia menghindar ketika wajahku mendekati wajahnya. Ia kembali membelakangiku.
“Sorry Tia, bukan maksudku ..”
Ia diam saja, masih tampak kegugupannya, ia melanjutkan mengemasi barang-barangnya. Terdengar bunyi pintu kamar mandi terbuka, ibu Tia keluar.
Di stasiun, sebelum masuk ke kereta kusalami ibunya. Ketika aku menyalami Tia aku berbisik,
“Tia, sorry ya dengan yang tadi.”
Dia hanya tersenyum. Manis sekali senyumnya itu.
“Terimakasih Ton atas waktumu menemani kami.”
Hubungan surat-menyurat kami menjadi makin akrab hingga mencapai tahap serius. Aku sering membuka suratku dengan “Tiaku tersayang”. Kadang-kadang kukirimi dia humor atau kata-kata yang nakal. Dia juga berani membalasnya dengan nakal. Pernah dia menulis begini, “Sekarang di sini udaranya sangat panas Ton, sampai kalau tidur aku cuma pakai celana saja. Tanaman-tanaman perlu disirami (aku juga).”
Membaca surat itu aku tergetar. Kubayangkan ia dalam keadaan seperti yang diceritakannya itu. Kukhayalkan aku berada di dekatnya dan melakukan adegan-adegan romantis dengannya. Aku merasakan ada tetesan keluar dari diriku akibat khayalan itu. Kuoleskan tetesan itu di kertas surat yang kugunakan untuk membalas suratnya. (Barangkali ada aroma, atau entah apa saja, yang membuat ia merasakan apa yang kurasakan waktu itu. Tetapi aku tak pernah cerita pada dia tentang ini.)
Sampai tiba liburan semester, aku mengunjungi dia. Aku tinggal di rumahnya selama empat malam. Inilah pengalamanku selama empat malam itu.
Aku tiba pagi hari. Setelah makan pagi, aku dan dia duduk-duduk di kamar makan. Aku melihat Tia mengenakan cincin imitasi dengan batu berwarna merah muda di jari manisnya.
“Bagus cincinmu itu. Boleh kulihat?”
Kutarik tangannya mendekat, tetapi aku segera lupa akan cincin itu. Ketika lengannya kugenggam, serasa ada yang mengalir dari tangannya ke tanganku. Jantungku berdebar. Tak kulepas genggamanku, kubawa telapak tanganku ke telapak tangannya. Kumasukkan jari-jariku di sela jari-jarinya. Jari-jarinya yang halus, putih dan lentik berada di antara jari-jariku yang lebih besar dan gelap. Kugenggam dia, dia juga menggenggam. Kuremas-remas jari-jari itu. Dia membiarkannya. Kami berpandangan dengan penuh arti sebelum ia bangkit dengan tersipu-sipu,
“Aku bereskan meja dulu.”
Ia pun membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah itu ia berkemas-kemas untuk pergi bekerja. Siang itu aku tidak kemana-nama, aku beristirahat sambil membaca buku-buku novel yang kubawa.
Sore harinya aku, Tia dan adiknya menonton film di bioskop. Aku ingat ketika nonton itu aku sempat remas-remasan tangan dengan dia. Setelah pulang nonton kami duduk-duduk di ruang tamu. Saat itu sekitar pukul sembilan. Kami hanya ngobrol-ngobrol biasa karena orang-orang di rumah itu masih belum tidur. Tia membuat secangkir kopi untukku. Sekitar pukul sepuluh rumah mulai sepi, orang tua dan adik Tia sudah masuk ke kamar tidur masing-masing. Hanya tinggal aku dan Tia di ruang tamu. Ia duduk di sofa di sebelah kananku.
Dari obrolan biasa aku mulai berani. Kulingkarkan tanganku dibahunya. Tia diam saja dan menunduk. Dengan tangan kiriku kutengadahkan wajahnya, kudekatkan kepalaku ke wajahnya, kutarik dia. Berbeda dengan di hotel waktu itu, ia memejamkan matanya membiarkan bibirku menyentuh bibirnya. Kukecup bibirnya. Cuma sebentar. Hening, segala macam pikiran berkecamuk di kepalaku (kukira juga di kepalanya). Aku merasa jantungku berdegup.
Pelan-pelan tangan kananku kulepas dari bahunya, menyusup di antara lengan dan tubuhnya, dan kutaruh jari-jariku di dadanya. Ia membiarkan dadanya kusentuh. Aku melangkah lagi, jari-jariku kuusap-usapkan di situ. Ia membolehkan bahkan menyandarkan badannya di dadaku. Aku mencium semerbak bau rambutnya. Aku pun tidak ragu lagi, kuremas-remas pTiadaranya. Ia tetap diam dan tampaknya ia menikmatinya.
Setelah beberapa saat ia menggeser badannya sedikit lalu, seolah tak sengaja, ia menaruh tangannya di pangkuanku, tepat di atas kancing celanaku. Aku tanggap isyarat ini. Kubuka ruitsluiting celanaku, kutarik tangannya masuk ke sela yang sudah terbuka itu. Ia menurut dan ia menyentuh k0ntolku, jari-jarinya yang tadi pasif sekarang mulai aktif. Walaupun masih terhalang oleh celana dalam, ia mengusap-usap di situ. Aku melangkah lebih jauh lagi, tanganku yang berada di dadanya sekarang memasuki dasternya, menyusup di sela-sela BH-nya dan kuremas-remas pTiadaranya langsung.
PTiadaranya memang tidak terlalu besar tetapi cukup kenyal dalam remasanku. Dia tak mau kalah, tangannya menyusup masuk ke celana dalamku dan langsung menyentuh k0ntolku lalu mengenggamnya. Bergetar hatiku, baru kali itu k0ntolku disentuh seorang gadis, gairahku melonjak. Dua kali ia menggerakkan genggamannya ke atas ke bawah dan aku tak tahan .. menyemburlah cairanku membasahi jari-jarinya dan celana dalamku. Aku mengeluh dan menyandarkan diriku ke sofa. Ia melepaskan tangannya dari celanaku dan melihat tangannya yang basah.
“Kental ya Ton,” bisiknya.
“Tia, terlalu cepat ya, ini pengalamanku pertama,” kataku kecewa.
“Aku tahu Ton,” ia memahami.
“Kamu ganti dulu, besok aku cuci yang itu,” lanjutnya.
Ia bangkit ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Aku masuk ke kamar mengganti celana dalamku. Ketika keluar Tia sudah berada kembali di situ. Kami ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami pergi tidur. Aku masuk ke kamarku dan Tia masuk ke dalam, ke kamarnya.
Malam kedua. Seperti halnya malam pertama, setelah suasana sepi kami memulai dengan berciuman. Kalau kemarin hanya kecup bibir sebentar, kali ini aku mencoba lebih. Mula-mula kukecup bibir bawahnya, lalu bibir atasnya, lalu lidahku masuk. Lidahku dan lidahnya bercanda. Aku mengecap rasa manis dan segar di mulutnya, kurasa ia makan pastiles atau permen pedas sebelumnya. Lalu kami main remas-remasan lagi. Kali itu dia tidak memakai BH hingga lebih mudah bagiku meremas-remas pTiadaranya.
Seperti kemarin tangannya pun meraba-raba k0ntolku. Aku sudah khawatir kalau aku akan cepat keluar seperti kemarin, tetapi rupanya tidak. Aku juga ingin melakukan seperti yang dia lakukan. Tanganku menuju ke bawah, kusingkapkan dasternya, tetapi ketika tanganku menuju ke celananya ia menepisnya. Rupanya ia belum mau sejauh itu. Malam itu kami cuma main remas-remasan saja. Kuremas-remas pTiadaranya, dan dia membelai-belai k0ntolku sementara bibir kami berkecupan. Akhirnya aku tak tahan juga hingga cairanku menyemprot keluar membasahi tangannya, sama seperti kemarin. Tetapi aku lebih senang karena kami bisa bermain-main lebih lama. Aku merasa ada kemajuan, aku lebih percaya diri.
Malam ketiga. Seperti malam-malam sebelumnya, kami mulai dengan saling berciuman di sofa. Ketika baru mulai babak remas-remasan aku ingat bahwa aku membawa sebuah buku seksologi. Kuambil buku itu dan kutunjukkan pada Tia. Kubuka pada halaman yang ada gambar alat genital pria. Kujelaskan padanya cara bekerjanya alat itu. Dia mendengarkannya dengan perhatian. Seolah guru biologi aku menunjukkan contohnya, kubuka ruitsluiting celanaku. Kuturunkan celana dalamku hingga k0ntolku menyembul keluar dan kupertontonkan pada Tia. k0ntolku memang beda dengan yang di gambar, kalau yang di gambar itu lunglai, k0ntolku berdiri tegak. Tia memperhatikan k0ntolku itu.
“Itu lubangnya ada dua ya?” tanyanya, “Satu untuk kencing, satu lagi untuk ngeluarin?”
“Ah, engga. Cuma ada satu,” kataku sambil tertawa.
Kubuka lubang kecil itu agak lebar untuk menunjukkan bahwa lubangnya memang cuma satu. Ujung itu merah mengkilat basah oleh cairan bening. Kubawa telunjuknya mengusapnya dan ia membiarkan jarinya basah. Kemudian jari-jari lentik itu menyusuri urat-urat di situ dari atas ke bawah.
“Rupanya jelek, tapi kok bisa bikin enak ya,” katanya sambil tertawa.
“Eh, tahunya kalau enak. Memang sudah pernah mencoba?” sahutku.
“Katanya sih,” sahutnya sambil tertawa.
Jemarinya pun memain-mainkan k0ntolku.
“Kalau ini isinya apa?” Candanya sambil memain-mainkan kantung bolaku.
“Biji salak kali,” jawabku sambil tertawa. Ia juga tertawa.
Lalu tangannya menggenggam k0ntolku dan menggosok-gosoknya.
“Jangan keras-keras Tia. Nanti keluar,” bisikku. Diapun menurut, dia masih menggenggam tetapi tidak menggosok hanya mengusap-usap perlahan.
“Boleh aku lihat punyamu?” tanyaku.
“Jangan ah,” jawabnya.
“Sebentar saja,” kataku.
Ia pun menurut. Ia membiarkan tanganku menyingkap dasternya dan menurunkan celana dalamnya hingga ke lutut. Aku menelan ludah, baru kali itu aku melihat alat kelamin wanita, sebelumnya aku melihatnya cuma di gambar-gambar. Tanganku pun menuju ke situ. Kuusap-usap rambutnya lalu jariku membuka celah di situ dan kulihat basah di dalamnya.
“Kok basah kuyup begini.”
“Tadi kamu juga.”
Kutengok k0ntolku, sudah kering memang, karena diusap oleh Tia, tetapi aku melihat di ujungnya mulai membasah lagi. Aku ingat ketika membaca buku seksologiku ada bagian yang namanya “labia majora”, ada “labia minora”, ada “clitoris.” Aku mencoba mencari tahu yang mana itu. Aku mencoba membuka celahnya lebih lebar tetapi ia menepis tanganku.
“Sudah ah, malu,” katanya.
Ia kembali menaikkan celana dalamnya.
“Kamu curang Tia. k0ntolku sudah kamu lihat dari tadi,” kataku bercanda.
“Kan katamu cuma lihat sebentar.”
Susasana hening. Kupeluk dia. Kembali kami berciuman. Tangannya kembali mengusap-usap k0ntolku. Tanganku juga menyusup ke celana dalamnya (dasternya masih menyingkap). Dia tidak menolak. Kuusap-usap rambut di balik celana dalam itu dan jari-jariku pun menggelitik di situ. Aku merasakan basahnya. Kurebahkan dia di sofa, kutarik celana dalamnya. Tapi Tia menolak tanganku dan berbisik,
“Di kamar saja Ton.”
Aku sadar, di situ bukan tempat yang tepat.
“Kamu masuk duluan,” katanya.
Akupun masuk ke kamarku melepaskan seluruh pakaianku lalu aku merebahkan diri menunggu Tia. Setelah beberapa menit Tia masuk membawa handuk kecil lalu mengunci pintu. Ia menghempaskan diri di sisiku. Aku segera tahu bahwa dia tidak mengenakan celana dalam lagi. Segera kulepas dasternya. Tak ada apa-apa lagi yang menutupi kami. Tanpa basa-basi lagi kami segera berpelukan dan berkecupan dengan ganas. Tangan-tangan kami saling meraih, menyentuh, meremas apa saja untuk bisa saling menggairahkan. Kugigit putingnya. Ia menggelinjang. Ia bangkit dan membalas dengan mengulum k0ntolku. Ganti aku yang menggelinjang. Kami melakukan itu mungkin sepuluh menit. Gairah tak tertahankan lagi.
“Ton, masukkan saja..,” bisiknya memohon.
Tia merebahkan dirinya telentang. Aku mengambil posisi di atasnya. Kedua pahanya membuka lebar menampung tubuhku, lalu kedua kakinya, seperti juga kedua tangannya, melingkari tubuhku. Ujung k0ntolku mencari-cari lubang punyanya. Setelah ketemu aku dorong sedikit. Ia agak mengerang.
“Pelan-pelan Ton,” bisiknya.
Kudorong k0ntolku pelan-pelan, sekali, dua kali, dan akhirnya tembus. Ia menggelinjang dan mengeluh. Kami berdua merasa di awang-awang. Rasanya bumi ini hanya milik kami berdua. Kami berdua menggerak-gerakkan tubuh kami mencari sentuhan-sentuhan yang paling peka.
Kenikmatan makin meninggi, setelah beberapa saat gerakan tubuhnya makin kencang lalu ia memelukku erat-erat seraya merintih,
“Ton, Ton,..” Aku juga tak tahan dan segera menyusulnya,
“Tia..” Dia memelukku erat, bibir kami berkecupan ketika benihku menyemprot di dalamnya. Cairanku menyatu dengan cairannya. Selama beberapa menit kami masih dalam posisi itu.
“Ton, aku cuma ingin sama kamu, engga ada yang lain lagi,” katanya.
“Begitu juga aku Tia, aku sayang kamu,” kataku sambil membelai pipinya. Lalu kukecup bibirnya, mesra dengan segenap perasaanku.
Sekitar setengah jam kami masih berpelukan terbuai oleh pengalaman barusan. Lalu kami bangkit. Aku lap k0ntolku dengan handuk kecil, dan ia pun mengelap memeknya, aku lihat ada darah di handuk itu. Lalu kami rebah berhadapan dan kami berpelukan lagi dan tak pakai apa-apa. Kami pun tertidur.
Menjelang pagi kurasakan Tia bangun. Ia akan mengenakan dasternya.
“Aku harus kembali ke kamarku Ton, sudah pagi.”
Tetapi aku menarik tangannya hingga ia kembali rebah di sisiku.
“Masih setengah tiga Tia, di sini dulu.”
K0ntolku pun kembali tegang dan keras. Tia melihatnya.
“Rupanya si kecilmu sudah siap lagi Ton,” candanya.
Ia pun bangkit lalu tubuhnya menindih tubuhku yang rebah telentang. Ia mengecupi leherku kiri dan kanan bertubi-tubi. Akhirnya bibir itu mampir di bibirku. Lidahku dan lidahnya berbelitan, sebentar dalam mulutku, sebentar dalam mulutnya. Lalu ia mengangkat tubuhnya sedikit, mengarahkan lubangnya ke ujung k0ntolku lalu ia mendorongkan tubuhnya ke belakang hingga k0ntolku masuk ke dalamnya sepenuhnya. Ia duduk di perutku. Tanganku meremas-remas pTiadaranya dan ia menggoyang-goyangkan tubuhnya di atasku.
Baca cerita sex lainya di www.orisex.com
Mula-mula gerakannya tak terlalu cepat tetapi semakin lama ritme gerakannya makin meninggi lalu ia rebah dalam pelukanku, aku mendengar desahnya penuh kenikmatan. Namun aku masih tegar. Ganti ia yang kutelentangkan, aku berada di atasnya, kugerakkan tubuhku. Beberapa saat kemudian kenikmatanpun menjalar di seluruh tubuhku. Malam itu tak banyak kata-kata yang kami ucapkan, tetapi tubuh-tubuh kami telah saling bicara mencurahkan seluruh perasaan kami yang terpendam selama berbulan-bulan. Jam setengah empat sudah, ia mengenakan dasternya mengecup pipiku dan kembali ke kamarnya. Aku pun tertidur dengan rasa bahagia.
Malam keempat. Kami mulai dengan bercium-ciuman sebentar di sofa. Kami tak mau berlama-lama di situ, kami pun masuk kamar. Setelah mengunci pintu ia melepaskan dasternya. Aku juga melepaskan pakaianku. Ternyata di balik daster itu ia mengenakan blouse dan celana mini tipis yang tak terlampau ketat berwarna biru muda. pTiadaranya tidak terlalu besar tetapi cukup menonjol di balik blousenya itu, putingnya tampak jelas di balik blousenya yang transparan itu dan di celananya aku juga bisa melihat rambutnya menerawang. Aku terpesona melihat Tia berdiri di depanku dengan pakaian begitu seksi. Rambutnya yang bergerai panjang, tubuhya yang semampai sangat serasi dengan yang dipakainya. Aku duduk terpana di tempat tidur memandangnya. Kalau saja aku bisa memotretnya pasti tiap malam kupandangi foto itu dengan penuh pesona.
“Luar biasa Tia, cantik sekali kamu. Di mana kamu beli bajumu itu?”
Dia tidak menjawab, hanya tersenyum. Ia menuju tempat tidur dan merebahkan diri. Aku pun rebah di sisinya. Kubelai putingnya di balik blousenya itu. Lalu kuusap celananya dan jari-jariku merasakan kemresak rambut-rambut di baliknya. Lalu kami rebah berhadapan. Kusisipkan k0ntolku melalui sela celana mininya menyentuh memeknya lalu kudekap dan kucium dia. Beberapa menit kami berciuman. Lalu ia bangkit mengecup dadaku di berbagai tempat.
Kulepas celana mini dan blousenya. Sekarang tak ada apa-apa lagi yang melekat di tubuh kami. Aku duduk dan ia duduk di pangkuanku berhadapan dengan aku. Punya kami saling menempel. k0ntolku berdiri tegak dikelilingi oleh rambut-rambutnya dan rambut-rambutku, hingga k0ntolku tampak seolah-olah punyanya juga. Segera kamipun berdekapan erat, beciuman sambil duduk. Cukup lama kami bercumbu rTia dengan berbagai cara. Seperti malam sebelumnya, malam itu kami melakukan lagi dua kali.
Esoknya aku harus kembali ke kotaku. Hari itu Tia mengambil cuti seharian ia menemaniku. Sore hari Tia mengantarku ke stasiun kereta api. Kulihat matanya berkaca-kaca ketika aku menyalami dia.
“Datang lagi ya Ton, malam ini aku akan memimpikanmu,” katanya ketika aku akan menaiki kereta.
Ketika kereta bergerak meninggalkan stasiun aku masih melihat dia melambaikan tangannya sampai ia hilang dari pandanganku.
“Aku pasti datang lagi Tia,” tanpa sadar kuucapkan kata-kata itu.
Pertemuanku dengan Tia berikutnya terjadi beberapa bulan kemudian. Waktu itu aku sedang menyiapkan tugas akhir kuliahku. Ia mengantar ibunya yang datang untuk suatu urusan dagang ke kota tempat aku studi. Aku sudah minta pada Bu Elly, ibu indekosku, kalau bisa mereka boleh tinggal di kamarku. Bu Elly orangnya baik, ia tidak berkeberatan. Ia bilang bahwa di kamar tengah ada kasur dan bantal ekstra serta selimut yang boleh aku pakai. Kuambil kasur dan kugelar di lantai di kamarku yang hanya 3 kali 3 meter. Hatiku ceria menyambut kedatangannya.
Besok paginya aku menjemput mereka di stasiun kereta api. Tia memakai celana slacks hitam setinggi betis dan blouse berwarna merah. Rambutnya bergerai panjang. Tak tampak kelelahan pada wajahnya setelah perjalanan semalam. Kukecup pipi Tia dan kusalami ibunya. Lalu aku bantu mereka membawa barang-barangnya. Dengan taksi kami menuju tempat indekosku. Mereka membawa mangga dan dodol untuk Bu Elly dan juga untukku. Pagi itu mereka istirahat di kamarku dan aku pergi ke kampus. Siangnya kuantar mereka ke relasi dagang ibu Tia.
Sore hari, setelah mandi, aku duduk-duduk di kamar tamu ngobrol dengan Tia sementara ibunya ngobrol dengan Bu Elly di kamar makan. Setelah berbicara tentang berbagai hal, tiba-tiba Tia bertanya,
“Ton, apakah orangtuamu sudah tahu tentang kita?”
Aku belum siap untuk pertanyaan itu.
“Belum Tia, nanti setelah sidang sarjana aku akan pulang membicarakan dengan mereka.”
Wajahnya pun murung dan ia menunduk.
“Ada apa Tia?”
“Aku takut Ton. Takut kalau mereka tidak setuju. Kita tidak sederajat. Kamu mahasiswa, sebentar lagi sarjana, aku cuma karyawati.”
“Mengapa kamu bilang begitu? Aku tak peduli soal itu.”
Dia diam saja. Kulihat air matanya menggenang. Kuambil sapu tanganku untuk mengusapnya.
“Ton, aku ingat masa kecil kita. Alangkah senangnya waktu kita anak-anak, kita hanya ingat bermain dan bermain. Yang ada hanya senang saja. Tidak ada kesulitan hidup.”
Kugenggam tangannya. Aku merasakan hidupnya tidak mudah. Aku berjanji dalam hatiku akan membahagiakan dia kalau ia kelak menjadi milikku.
“Ton, andaikan kita sampai putus, aku akan pergi jauh.. jauh sekali.”
“Mengapa kamu berpikir sampai ke situ Tia?”
Bi Ipah keluar menyuguhkan teh bagi kami. Tia mengusap airmatanya, menyibak rambutnya dan mencoba tersenyum,
“Terima kasih bi.”
Setelah Bi Ipah meletakkan gelas-gelas itu di meja dan kembali ke belakang Tia melanjutkan.
“Aku tak punya kepandaian, tak punya apa-apa. Kebanyakan gajiku untuk keperluan rumah dan sekolah adikku.”
Memang ayahnya sudah pensiun dan ibunya dagang kecil-kecilan hingga ia harus membantu membiayai rumah tangganya.
“Kepandaian selalu bisa dicari Tia, setelah ada kesempatan.”
Tiba-tiba aku ingat bahwa aku mempunyai tabungan, hasil dari aku memberi les komputer yang jumlahnya lumayan.
“Tia, aku punya tabungan. Tabungan kita. Hasil memberi les komputer. Sebaiknya kamu saja yang pegang Tia. Kamu lebih tahu cara menggunakan uang. Nanti kutransfer. Dari orang tuaku sudah cukup untukku.”
Segera Tia berkata,
“Jangan Ton, sebaiknya jangan.”
“Milikku juga milikmu Tia, percayalah.”
Ia diam saja.
“Tia, kamu percaya aku kan?”
Kutengadahkan wajahnya,
“Senyum dong, jangan murung begitu.” Iapun tersenyum sedikit lalu menundukkan kepalanya lagi.
Tak lama ibu Tia keluar dan bergabung duduk dengan kami. Mungkin ia juga melihat bekas menangis Tia. Malam itu kami tak kemana-mana. Setelah makan malam kami duduk ngobrol-ngobrol di kamar makan. Kami bercerita tentang berbagai hal. Tentang bisnis ibu Tia, tentang studiku yang hampir selesai dan macam-macam lainnya. Kemudian kami pun masuk ke kamar.
Di kamar, ibu Tia tidur di tempat tidurku sedang aku dan Tia tidur di kasur yang di gelar di bawah. Lampu kamar kami matikan, tetapi tidak gelap benar karena ada sedikit cahaya dari luar. Udara di Bandung memang dingin hingga kami harus menggunakan selimut. Aku dan Tia berada dalam satu selimut. Tia rebah menghadap depan dan aku di belakangnya, seolah-olah membonceng motor. Wangi rambutnya menghambur ke hidungku. Aku dan Tia pura-pura memejamkan mata tetapi tak lama, setelah beberapa saat tangan-tangan kami mulai “bergerilya” di balik selimut. Tia memakai daster dengan ruitsluting di depan. Aku buka ruitsluiting itu, ia tak memakai bra hingga tanganku bebas meraba-raba pTiadaranya. Aku lepas celanaku hingga aku cuma bercelana dalam. Tangan Tia pun menyusup masuk meraba-raba k0ntolku.
Semua itu kami lakukan sepelan mungkin agar ibu Tia tidak mendengar. Atau mungkin juga dia mendengar “kesibukan” kami. Kemudian kami “ngobrol” tanpa mengucapkan suatu katapun. Caranya? Dengan jari aku menuliskan huruf-huruf di telapak tangannya, setiap kali satu huruf, ia menjawab juga dengan cara itu di telapak tanganku. Bila salah tulis kuusap-usap telapak tangannya seolah-olah menghapusnya, ia juga begitu. Sampai sekarang kami masih tertawa kalau ingat cara berkomunikasi itu.
Tak lama kemudian aku mendengar ibu Tia mendengkur. Nah sudah lebih aman sekarang. Tia pun membalikkan badannya menghadap aku. Ia memeluk dan mengecupku. Kulepas celana dalam Tia, dan ia melepas celana dalamku. Ia memegang k0ntolku dan menggeser-geserkan ke memeknya. Ia menciumi leher dan dadaku Lalu ia kembali membelakangiku. Pangkal pahanya diangkatnya sedikit, memberi jalan hingga k0ntolku bisa menyentuh memeknya dari belakang. Kucari lubangnya dan kudorong, dan masuk. Ia menggelinjang sedikit. Kugerakkan tubuhku ke depan dan ke belakang dengan irama tidak terlalu cepat. Kulakukan itu sambil tanganku meremas-remas pTiadaranya.
Setelah beberapa saat kurasakan tubuh Tia menegang, ia menggenggam tanganku erat-erat, kudengar desahnya perlahan. Tak lama kemudian aku pun mengikutinya. Semua terjadi di bawah selimut. Sesaat kemudian Tia bangkit keluar ke kamar mandi membersihkan diri. Setelah Tia kembali, aku menunggu sekitar lima belas menit (agar tak ada yang curiga telah “terjadi sesuatu”), baru aku keluar untuk cuci-cuci. Sekembaliku ke kamar kutuliskan di telapak tangannya nice sleep dan kamipun tidur.
Besoknya aku bermaksud mengajak Tia dan ibunya berekreasi. Tetapi ibu Tia berkata ia tidak akan ikut, ia lebih senang tinggal di rumah, ia ingin membantu Bu Elly membuat kue. Apalagi relasi dagangnya berjanji akan datang ke situ. Kukeluarkan Vespa-ku. Tia mengenakan celana slacks abu-abu dengan baju kaus berwarna krem. Baju kausnya yang ketat itu memperlihatkan lekuk-lekuk badannya.
“Kita kemana Ton?” Tanyanya.
“Kita ke pemandian air panas saja Tia.”
Kuboncengkan Tia dengan Vespa-ku. Udara pagi itu cerah dan segar. Vespa-ku menikung-nikung mendaki jalan pegunungan. Tia di belakang mendekap aku. Sekitar satu jam kami pun sampai di tempat pemandian air panas. Setelah memarkir Vespa aku membayar karcis dan masuk. Waktu itu bukan hari libur hingga sepi di situ. Setengah berbisik aku bertanya pada penjaga apakah bisa menyewa sebuah kamar mandi. Sebenarnya ada peraturan yang melarang menggunakan kamar mandi lebih dari seorang, apalagi dengan orang yang berlawanan jenis. Tetapi aku memberi uang lebih dan ia membolehkan aku. Setelah ditunjukkan tempatnya aku dan Tia pun masuk ke kamar mandi itu.
Segera setelah kututup pintu kamar mandi kami langsung berdekapan dan berkecupan. Gairah mulai meluap. Tia membuka celana jeansku. Aku juga membuka celana slacks-nya. Ia membuka bajuku, aku membuka kausnya. Ia memakai celana dalam dan bra berwarna biru muda. Aku juga cuma bercelana dalam berwarna biru muda yang tidak cukup lebar untuk menutupi k0ntolku yang tegang menyembul keluar.
“Kok warnanya sama, tadi kamu ngintip dulu ya?” candanya.
“Itu namanya kalau jodoh,” jawabku tertawa (tentu saja aku tak sengaja warna celana dalam kami bisa sama).
“Belum-belum kok sudah nongol gitu?” godanya sambil melirik ke bawah.
“Sudah kangen Tia,” bisikku.
Ia maju dan merangkul aku.
Kembali kami berpelukan dan bibir kami saling melumat. Kurasakan ia menempelkan erat-erat tubuh bawahnya ke tubuhku. Lalu ia jongkok di depanku dan melorotkan celana dalamku yang sudah tidak bisa menutupi k0ntolku itu. Ia mengulum k0ntolku, ia mengecup dan menjilati rambut-rambut di sekitarnya dan kantung bolaku. Lalu ia bangkit berdiri. Ganti aku jongkok di depannya, kucium perutnya, kuturunkan celana dalamnya dan kulepaskan, lalu kukecup rambut-rambutnya. Aku bangkit berdiri. Kulepaskan kaitannya bra-nya dan tak ada apa-apa lagi di tubuhnya. Kukecupi pTiadaranya. Aku ingat teknik-teknik yang pernah kulihat di blue film dan aku ingin mempraktekkannya.
Sambil berdiri Tia merangkulku, lalu kulakukan penetrasi. Kubantu Tia menaikkan kedua kakinya dan sambil kutopang, kedua kakinya itu melingkari tubuhku. KuTian-Tian tubuhnya. Kami lakukan ini namun tak sampai orgasme. Kucoba pula posisi lain. Tia berlutut dan membungkukkan badannya pada posisi menungging. Aku berlutut di belakangnya. Kupegang pinggulnya dan aku melakukannya dari belakang. Setelah beberapa menit orgasme terjadi, Tia dan aku hampir bersamaan.
Bak mandi sudah penuh dari tadi. Aku dan Tia masuk ke bak mandi. Tia duduk di pangkuanku berhadapan denganku. Kami saling menyabuni tubuh kami, bercanda, bercumbu, sambil menikmati hangatnya air di bak itu.
“Ton, kamu kalau sudah lulus akan bekerja di mana?”
“Kebetulan ada sebuah perusahaan yang sudah mau menampungku Tia. Di kota ini juga. Aku akan bekerja di bagian IT-nya.”
“Senang ya Ton kalau jadi orang pinter. Engga kayak aku ini.”
“Kamu juga ikut senang kok Tia karena kamu akan jadi permaisuriku. Dulu waktu kecil kan kamu selalu jadi permaisuriku, dan sekarang juga.”
Ia tertawa,
“Eh, ada raja rupanya di sini.”
Kumain-mainkan putingnya dengan jari-jariku dan ia menggosok-gosok k0ntolku hingga tegang kembali. Kembali kudekap dia dan kuciumi dia. Ia mengangkat tubuhnya sedikit lalu kuarahkan k0ntolku ke lubangnya lalu ia duduk kembali dan k0ntolku sudah lenyap ditelannya. Dalam rendaman air hangat itu kami kembali menumpahkan kasih sayang kami. Kami berada di kamar mandi itu satu jam lebih.
Keluar dari situ hampir tengah hari. Kami pergi ke sebuah restoran untuk mengisi perut. Hari masih panjang. Aku belum ingin pulang, di rumah indekos sangat tidak leluasa. Kutanya pada Tia bagaimana kalau mencari hotel untuk beristirahat di sana. Tia tidak keberatan. Kami menuju ke sebuah hotel tak jauh dari situ dan memperoleh kamar dengan kamar mandi shower. Segera setelah kami masuk kekamar itu, kami segera melepaskan semua yang ada di tubuh kami. Kusergap dia dan kudorong dia ke tempat tidur. Kami melakukannya lagi. Di ruangan itu aku dan Tia bebas melakukan apa saja. Kami mandi bersama sambil bercumbu di bawah siraman air shower yang hangat. Nonton TV bersama. Seluruh waktu kami lewatkan tanpa ada apa-apa yang menutupi tubuh kami.
Setelah mencapai suatu orgasme Tia menanyaiku,
“Ton, bagaimana kalau sampai jadi?”
Terbersit kekhawatiran di benakku karena aku sebenarnya belum siap untuk itu.
“Anak kita pasti lucu ya,” jawabku seadanya sambil mengusap-usap perutnya.
Karena lelah kami sempat tidur selama beberapa jam di hotel itu, berpelukan dengan tubuh telanjang. Kami pulang sore hari dan tiba di rumah indekos menjelang gelap.
Bu Elly bertanya,
“Kemana saja kalian?”
“Habis berenang dan keliling kota bu.”
Aku bisa menangkap sinar kecurigaan di matanya. Malam itu kami tak banyak melakukan “gerilya” di bawah selimut karena kami sudah cape. Esoknya aku mengantar Tia dan ibunya ke stasiun untuk kembali ke kotanya. Setelah kusalami ibunya, kuberikan sun pipi pada Tia. Ia berkata,
“Sukses ya Ton ujiannya. Jangan lupa cepat beri kabar setelah tahu hasilnya.”
Dua bulan kemudian. Tiba saat sidang sarjana. Sejak pagi aku sudah siap dengan kemeja berdasi. Aku sudah berusaha sebaik mungkin mengerjakan tugas akhirku, tetapi toh aku aku tidak bisa melenyapkan rasa tegangku ketika berhadapan dengan tim penguji. Mereka baik tetapi tampak angker sekali.
Pertanyaan demi pertanyaan diajukan dan aku berusaha menjawab semuanya. Setengah jam aku harus menunggu keputusan hasil sidang dengan debaran jantungku hingga beberapa kali aku harus ke kamar kecil. Tim penguji kembali masuk ke ruangan dan aku dinyatakan lulus dengan cumlaude. Sorakan meledak di ruangan itu, teman-temanku menyalamiku. Sayang sekali Tia tidak ada di situ. Kukirimkan telegram kepada orang tuaku dan tentu tak lupa pada Tia. Kuterima telegram balasan dari Tia yang menyatakan selamat atas kelulusanku.
Beberapa hari kemudian surat Tia menyusul. Ia menyatakan kebahagiaannya dan keluarganya atas keberhasilanku. Ia juga bercanda,
“Kapan pestanya?”
Tetapi aku terhenyak membaca akhir surat,
“Ton, aku sedang bingung. Sudah dua bulan aku tidak mens.”
Sekarang Tia hidup bersamaku dengan dua orang anak. Aku teringat permainanku semasa kecil. Aku pangeran mempersunting Tia, gadis sederhana, menjadi puteri di istanaku. Kemauan belajarnya besar, ia mengambil les komputer, bahasa Inggeris, memasak dan sebagainya. Seperti aku ia juga suka membaca. Aku bahagia memiliki Tia.